Langsung ke konten utama

Binalnya Istriku Dewi 78

 

PART 78

POV Wife


Pagi itu aku duduk sendiri di teras rumah. Hatiku tengah galau berat. Hanum sedang pergi mengantar Intan ke sekolah dan Anis bersama Bu Heti sedang berbelanja ke super market untuk kebutuhan sehari-hari dan Revan ikut dengan mereka.

Sore atau malam nanti suamiku akan pulang ke rumah, aku khawatir tidak bisa menahan amarah sehingga semua rencanaku akan gagal. Aku sedang memikirkan bagaimana aku bersikap kepada suamiku dan menahan emosi agar semua rencanaku berjalan semestinya dan aku dapat mengetahui apa suamiku menyeleng atau tidak dibelakangku, yang pasti dia sudah berbohong namun aku belum tahu alasannya.



Saat sedang melamun aku mendengar pintu pagar digedor-gedor dari luar. Saya pun kaget dan segera berdiri untuk mencari tahu. Ternyata ada seseorang memukul-mukul pagar menggunakan tongkat kayu. Orangnya kurus dan tingginya mungkin hampir sama dengan saya dan kelalanya plontos. Memakai kaus lengan pendek warna putih dan celana jeans. Tangannya penuh dengan tattoo, yang berikutnya ku ketahui bernama Irman.

Bruuuk..bruuuk..

Orang tersebut segera menyadari bahwa ada saya di teras rumah. Saya pun menjadi sangat takut apalagi tidak ada security yang jaga, Donatus sudah pulang sejak jam setengah enam dan gak ada gantinya.



Irman:”Hey kamu, kemari”

Saya hanya berdiri mematung tak bergerak sedikit pun.

Irman:”Ini rumah Dendi dan Dewi, betul tidak?

Saya:”Ia, tapi suami saya sedang kerja tak ada di rumah”ucap saya, tanpa sadar saya sudah memberi tahu bahwa saya sendirian.



Irman:”Saya tidak ada perlu sama suami kamu, saya suaminya Anis, nama saya Irman”

Saya pun terkejut mendengarnya, saya pun mendatanginya dengan segera, hati saya sedikit tenang, saya berharap dia tidak berbuat hal-hal yang tidak diinginkan.

Saya:”Saya Dewi, majikannya istri bapak, tapi dia sedang pergi belanja”

Irman:”Tidak apa saya akan menunggu”



Saya pun merasa tidak enak dan membukakan pagar yang sebenarnya sich si Irman pun bisa membuka sendiri.

Ku taksir umur si Irman sekitar 35-an ke atas. Wajahnya sich lumayan tapi terlihat matanya liar dan merah sepertinya dia mabuk, saya pun dapat mencium bau minuman saat posisi kami berdekatan waktu saya membuka pintu pagar.



Saya:”Mari pak, bapak bisa tunggu di teras rumah” ucap saya berusaha ramah.

Saya pun berjalan lebih dulu dan naik kembali ke teras rumah.

Begitu naik ke teras rumah saya sangat terkejut karena tiba-tiba si Irman mendekap saya dan menempelkan benda yang terasa dingin di leher saya.



Irman:”jangan teriak dan jangan macam-macam kalau mau Selamat, atau belati ini akan merobek leher kamu”

Saya pun langsung lemas dan diam tak berkata apapun.

Irman menarik tangan saya, sepertinya si Irman mengikat tangan saya dengan tali dan sempat-sempat nya dia meremas pantat saya beberapa kali.

Saya:”Awww uughhh”

Irman:”Diam” ucapnya dan menyeret saya masuk ke dalam rumah.



Saya pun diseret masuk ke dalam rumah. Sampai di ruang tamu kemudian saya pun di seret lagi hingga ke ruang tengah atau ruang keluarga.

Saya:”Ampun, kenapa harus begini?

Irman:”Diam, jangan banyak komentar, atau nyawa kamu melayang, duduk di kursi” ucap dia sambil mendorong saya hingga terduduk di sofa.

Saya pun pasrah dan memilih duduk di sofa.



Si Irman lalu membuka-buka semua laci lemari tv. Dia pun menemukan lakban hitam dan segera mengambil gunting juga yang ada di laci. Dia lalu melakban mulut saya.

Saya pun di seret kembali masuk ke dalam kamar saya yang kebetulan paling dekat dengan ruang keluarga.

Saya pun diangkat dan direbahkan di atas kasur. Ku lihat si Irman kemudian membuka lemari dan tampaknya sedang mencari barang berharga.



Saya tidak terbiasa menyimpan banyak uang tunai di dalam rumah paling 2 atau 3 juta saja. Irman tampak memporak porandakan pakaian saya hingga berhamburan.Saya masih dapat melihat dia tersenyum sepertinya dia menemukan sesuatu. Astaga dia mengambil perhiasan yang saya sembunyikan yang dulu pernah pura-pura dicuri oleh perampok kenalannya Luna. Tampak dia mengambil tas suami saya dan memasukan perhiasan tersebut dia juga menemukan sejumlah uang dari laci lemari.

Semua pakaian saya dan suami dihambur-hambur oleh dia. Setelah tak menemukan barang apa-apa lagi dia pun kembali ke saya dan menggeladah saya. Dia pun menemukan handphone dari saku bajhu daster saya dan segera dia masukan ke dalam tas dia.



Tak lama dia membawa tas dan keluar dari kamar. Saya sudah pasrah mudah-mudahan dia segera pergi, biar saja sebaigan harta saya hilang.

Cukup lama dia tidak kembali dan saya cukup yakin dia sudah pergi lalu saya dengar suara motor Hanum datang dan saya pun semakin senang saja.

Tapi ternyata bayangan saya tak seindah kenyataan sekitar lima sampai sepuluh menit kemudian tiba-tiba saya melihat Hanum yang sudah diborgol dengan tali rapia dan seperti saya tangannya diikat kebelakang juga mulutnya sudah dilakban diseret ke dalam kamar.



Hanum pun segera melihat saya dan dia berusaha berontak sambil menangis, tapi si Irman tidak perduli padahal Hanum adalah anaknya. Dia pun segera menyeret Hanum dan memintanya duduk di sofa yang ada di dalam kamar.

Irman:”Kamu duduk di situ neng, jangan macam-macam, jangan sampai bapak lupa bahwa kamu adalah anak bapak” ucap Irman dan membuat saya yakin si Irman benar suaminya Anis.

Hanum pun menundukan kepalanya dan sesegukan.



Irman lalu kembali mencari-cari sesuatu di dalam kamar, speertinya dia masih mencari barang berharga entah barang apa lagi yang dia temukan waktu keluar dari kamar tadi yang sempat saya kira dia sudah pergi.

Mungkin sekitar setengah jam berikutnya aku mendengar pintu depan di buka dan terdengar suara tawa cekikikan anak saya Revan.

Saya justru semakin takut dibuatnya.

Irman yang mendengar pun setengah berlari segera keluar dari kamar.



Saya pun mendengar sedikit kegaduhan dari ruang tamu dan sekitar 10-15 menit kemudian Irman sudah balik lagi dan menggiring Anis, Bu Heti dan anak saya Revan yang semuanya dalam kondisi terikat dengan tangan kebelakang dan mulut dilakban. Revan digendong oleh Irman dan Irman mengarahkan mereka semua ke sofa.

Anis tampak menangis dan seperti bicara sesuatu tapi tertahan oleh lakban.

Mereka semua duduk di sofa berhimpitan termasuk Revan.



Anis dan Hanum pun tampak menangis dan bercucuran air mata.

Sementara Irman ku lihat berdiri aku tak bisa melihat ekpresi mukanya karena membelakangi saya.

Tapi sepertinya Irman melepaskan celananya sendiri dan sedikit menurunkan celana dalam dia.

Irman:”Bangun kamu Heti” ucapnya dan segera menarik Bu Heti untuk berdiri.



Bu Heti tampak sangat ketakutan. Irman langsung memutar badan Bu Heti hingga membelakangi dia.

Lalu Irman mengeluarkan belati dan ditempelkan ke leher Bu Heti.

Irman kemudian membuka lakban yang menutup mulut bu Heti.

Heti:”Mau apa kamu Irman, lepasin saya”

Irman tampak mengesek-gesekkan kontolnya ke pantat Bu Heti.



Irman:”Diam kamu, jangan coba-coba melawan atau belati ini yang berbicara”

Sementara Itu Hanum, Anis dan Revan tampak menangis ketakutan.

Bu Heti pun seketika diam Karena tahu Irman bisa nekad.

Irman lalu menarik bu Heti yang memang lebih pendek dari dia untuk berbalik kembali dan berjongkok setelah lebih dulu melepas tali di tangannya.

Bu Heti pun mengikuti keinginan si Irman.



Irman langsung mengarahkan kontolnya ke mulut Bu Heti.

Heti:”Jangan Kang, saya kan istri temen akang juga dan temen istri akang”

Irman:”Justru itu, aku udah lama pengen ngerasain memek elo Heti, kawan karib Anis hehe, jangan banyak ngomong, aing bisa nekad” ucap Irman sambil mengacung-ngacung belatinya.

Bu Heti pun menoleh kepada Anis dan Anis yang masih terisak menganggukan kepalanya sebagai tanda agar bu Heti menurut saja agar tidak disakiti.



Bu Heti pun segera membuka mulutnya dan mulai menghisap kontol Irman. Perlahan ku lihat kontol si Irman semakin membesar, aku bisa cukup jelas melihat karena jarak saya dengan sofa mereka duduk tidaklah jauh.

Bu Heti tampak mulai menangis tapi tetap membiarkan Irman mendorong keluar masuk kontolnya di mulut dia.

Irman:”Uugh udah, gak enak sepongan elo” ucap irman dan menarik Bu Heti untuk berdiri.



Bu Heti lalu dia balikan dan di dorong hingga menungging dan tersungkur dipangkuan Anis.

Anis:”mmmmpzzzz….mmmmpppz” Anis berontak sambil menangis dia tahu apa yang akan dialkukan suaminya kepada Bu Heti.

Bu Heti pun menangis dan terisak-isak,

Heti:”Kang, mohon jangan gadabah saya, saya punya suami dan anak hiks..hiks”

Irman:”Haha, diem, atau belati ini menembus perut kamu” ucap Irman sambil meremas-remas pantat Bu Heti.



Irman tampak sudah tidak sabar, dia pun menurunkan celana kulot Bu Heti hingga pantat besarnya hanya tertutup cangcut warna hijau, tapi itu pun tidak lama. Irman menarik dengan kasar bagian pinggir cangcut bu Heti hingga koyak dan robek dengan dua kali tarikan.

Breeet…

Heti:”aaawww, Kang jangan perkosa saya, please”

Irman:”Udah, diam kamu” ucap Irman dan segera menggesek-gesekkan kontolnya di memek Bu Heti.



Bleeees…

Heti:”Aaaw, anjing setan sia aaaaa” Bu Heti menjerit dan melolong cukup panjang begitu kontol Irman menembus memeknya yang tentu masih sangat kering. Sementara Irman tidak perduli dia jejalkan seluruh kontolnya dan mulai mendorong keluar masuk.

Irman:”Kalau memek loe belum basah jadi terasa sempit banget ya hahaha uuughhh” ucap Irman sambil memegang pantat Bu Heti dia pun memaju mundurkan pantatnya.



Ploook…ploook…plooook…

Hantaman paha irman ke pantat Bu heti berkali-kali membuat suara yang cukup nyaring.

Bu heti beberapa kali terdorong dan berpegangan erat di paha Anis yang terus terisak-isak melihat teman sekaligus tetangganya dinodain oleh suaminya.



Irman:”Enak memek loe uuugh tapi agak sakit juga kontol aing ah…masih belum basah memek loe”

Plooook…plooook…plooook…

Irman pun semakin mempercepat sodokan kontolnya ke memek Bu Heti sementara tangannya meremas-remas susunya Bu Heti.

Heti:”ampun udah kang cabut kontolnya aaaagh perih memek Heti uuuuughhhh”



Irman tak memperdulikan Bu Heti yang kesakitan tapi terus menyodokan kontolnya malah lebih cepat.

Ploook…plooook…ploooook

Heti:”ampun uuugh…ampun nyeri momok urang kang uuughhhh ampun”

Bu Heti terus merintih kesakitan lalu tiba-tiba Irman menarik kontolnya dan Bu Heti langsung terlungkup di pangkuan Anis dan menangis.



Irman lalu mengikat kembali tangan bu Heti kebelakang dan melakban mulutnya juga. Bu Heti dia biarkan tetap di bawah sofa.

Irman kemudian melepas sempak dia yang masih menggantung hingga kini dia benar-benar tak bercelana.

Irman pun segera menghampiri saya membuat saya semakin ketakutan. Saya sudah tahu apa yang bakal menimpa saya. Saya memang sudah terbiasa diperkosa meski bohongan atau malah beneran saat digangbang para tukang tapi kini situasinya betul-betul berbeda.



Si Irman tidak hanya diselimuti nafsu seks juga nafsu amarah.

Irman:”Sekarang giliran kamu dewi, kamu pasti yang ngebujuk istri saya untuk terus di sini, kamu juga yang bantu pembayaran hutang gua ke si kades, tapi perawan anak gua diambil oleh laki loe, anak aing diewe ku salaki maneh, aing bakal balas dendam, giliran memek loe yang bakal gue ewe”

Irman tidak melakukan hal yang sama kepada saya seperti yang dilakukan ke Bu Heti yaitu melepas lakban di mulutnya dan tali di tangannya sebelum memperkosa dia.



Irman langsung menaikan daster saya hingga ke pinggang.

Terdengar Anis terisak dan seperti berkata sesuatu tapi tertahan oleh lakban begitu juga Hanum.

Saya:”Ammmpppzzz, jangan uughhh, jangan saya lagi hamil” ucap saya meski terdengar tidak jelas.

Irman:”Gemuk banget memek elo Dewi” ucap Irman sambil mengelus memek saya yang tinggal terbungkus oleh cangcut mungil dan tipis warna putih.



Irman:”Lagi bunting lagi, memek elo gemuk banget ya, selain elo cantik barang elo memang menarik, pantes laki elo doyann ngewe sampai anak aing diperawani, banyak bulunya lagi hahaha” ucap Irman dan segera menarik cangcut saya .

Saya pun mencoba berontak tapi taka da artinya Irman dengan mudah menarik cangcut saya hingga lepas.

Irman:”Uuugh harum cangcutna, bau memek hahaha” ucap Irman dan kemudian melepar cangcut saya entah kemana.



Irman lalu mengangkangkan paha saya dan membuat saya terlentang dari posis awal miring karena tangan saya di belakang. Saya pun merasakan begitu sakit karena tangan saya kini terjepit dan posisi begitu tidak nyaman.

Irman:”Diam aza dan nikmati”ucap Irman yang sudah berada di antara dua kaki saya.

Irman pun sudha menempelkan kontolnya di memek saya.



Irman:”Lebat pisan baok kamu Dewi” ucapnya dan bersamaan dengan itu bleees kontolnya yang sebenarnya tidak besar dan tidak panjang juga masih lebih besar dan panjang kontol Dendi membelah bibr memek saya dan didorong sekaligus hingga masuk semua.

Saya:”uughh..uughhh sakiiiiit uughh” ucap saya tertahan lakban dan memang luar biasa sakit mungkin ini juga yang dirasakan bu Heti karena memek kami sama-sama beum basah dan langsung dimasuki kontol meski tidak terlalu besar.



Irman pun tertaawa puas.

Irman:”Haha, gimana reaksi suamimu Dewi jika dia tahu kamu aku ewe hahaha, ini pembalasan karena lakimu sudah berani ngewe anak aing rasakan siah” ucap irman.

Ploook…ploook..ploook Kontol si irman pun sudah keluar masuk memek saya.

Saya:”Uuughh..uughh sakiiiit ampuuun uuughhh” saya tetap berusaha bersuara meski tidak jelas karena mulut saya tertutup lakban. Dia benar-benar kesetanan. Entotan si Irman semakin cepat saja.



Apalagi jika dia tahu istrinya pun sudah digagahi oleh suami saya tentu dia akan semakin marah.

Saya:”uuugh..uughhhh”

Irman tiba-tiba melepakan lakban yang menutup mulut saya.

Irman:”Lebih enak ngewein cewek yang bisa merintih hahha”

Saya:”Anjing, sakit heunceut aku uuugh udah ampuuun” ucap saya.

Irman:”Hah, gak nyangka cewek jilbaban kayak loe bisa ngomong jorang, pantes elo biarin laki loe ngewein anak gua hah, rasakakeun memek kamu gua bikin robek” ucap Irman dengan mata melotot.



Ploook..ploook…plooook

Saya:”aaaagh ampun perih uuughhh hiks…hikkkss” tangisan saya pun mulai mengisi ruangan kamar.

Irman:”Diem loe, atau belati ini akan merobek perut bunting elo” ucap Irman sambil mengambil belati yang sempat dia taruh di tepi ranjang.

Saya pun seketika diam dan terisak-isak.



Plooook..plooook…plooook hantaman paha Irman ke pantat saya semakin terdengar nyaring.

Lalu breeet… Irman merobek bagian depan daster saya menggunakan belati dia.

Dia pun segera memotong kutang saya hingga jadi dua dan buah dada saya pun terbuka lebar.

Irman segera meremas-remas susu saya.



Saya:”Aaagh ampun kang ampun uughh udah akang mau harta ambil saja malah akan saya tambahin tapi lepasin saya jangan perkosa lagi uuuuhhh”

Irman:”Gue memang mau harta tapi mau memek elo juga, elo dan suami elo kaya jadi bisa beli keperawan anak aing hah” ucap Irman.

Irman:”Hah, ada air susunya rupanya elo ya, eh elo kan lagi hamil tapi banyak banget asi loe”



Irman lalu tiba-tiba menindih saya hingga perut saya terhimpit dan sakit sekali.

Saya:”ampuuuun sakiiiit perut gue anjing setan kamu jangan tindih uuugh”

Ku lihat Anis dan Hanum pun berontak dari sofa. Anis lalu bangkit dan berjalan mendekati saya.

Irman pun melihat karena suara gaduh dan tangisan dari Anis.

Jbeeeb…



Sebuah tendangan menghantam perut Anis hingga jatuh terlentang dank u lihat kepalanya sempat membentur lantai dengan keras. Hanum pun segera menghampiri ibunya yang sepertinya pingsan. Tapi karena kondisi terikat tak banyak yang bisa dia lakukan.

Saya:”Sakiiiiiit ampun lepasssiiiin anjiiiing setan sakit uuhhhh”

Irman tak memperdulikan jeritan saya dia tetap mengentot saya dan mulutnya malah kini menghisap puting susu saya. Tak ada rasa nikmat karena perut saya terhimpit badan dia.



Saya pun sudah pasrah dengan hal terburuk yang terjadi.

Saya:”Elo mau tahu bajingan, bini elo udah perna diewe juga sama laki gua hah, kalau gak percaya tanya anak mu dan istrimu malah pernah dibawa liburan dan diewe bareng-bareng anak dan istrimu, istrimu pasti gak bilang ya hahaha” terika saya tertawa sambil terisak.

Irman:”Anjing bangsat” plaaaak sebuah tamparan mendarat dipipi saya dan kini Irman mendekap saya.

Rasa sakit di perut saya begitu luar biasa dan saya sudah tidak kuat lagi.



Irman:”Setan rasakan kontol aing hhhhuuuuuuuuh” irman melelong dan berusaha melumat bibir saya dan saya sudah tidak kuat bergerak lagi, sakit di perut saya sudah sangat luar biasa.

Saya masih sempat merasakan sembuaran sprema di memek saya.

Irman:”aaaagh..aagaahhhh…aaaghhhh, rasakan setan”

Dan seketika saya pun tidak ingat apa-apa lagi.



Saya tersadar dan merasakan sakit luar biasa di perut saya. Saat membuka mata saya tak tahu ada di mana tapi sepertinya sich rumah sakit dan saya melihat dendi suami saya yang sebenarnya saya begitu cinta dan sayang sama dia bersama ibu saya berdiri di samping ranjang.

Saya pun langsung menangis sejadinya-jadinya.

Ibu:”Udah neng, jangan nangis lagi, kamu udah aman sekarang hiks..hiks” ucap Ibu melarang saya menangis tapi dia juga menangis sambil mengusap kepala saya.



Ibu:”Jangan banya gerak dulu neng”

Kesadaran saya pun mulai pulih sepenuhnya, jarum impus tertancap di lengan kiri saya dan kulihat perut saya yang tertutup selimut sepertinya sudah agak kemps.

Seketika saya pun kembali menangis karena sudah tahu apa yang menimpa saya.

Ku lihat Dendi pun menangis terisak dan begitu terpukul.



Saya yang masih menyimpan amarah kepada suami saya pun menangis semakin keras.

Ibu:”Udah neng, istighfar, ini musibah, bayi kamu udah tenang di sana” ucap ibu tapi juga tetap menangis.

Ku lihat Dendi lari keluar dari ruangan meninggalkan saya dan ibu berpelukan sambil menangis.

Tak lama ku lihat kak Mega masuk ke dalam dan langsung menangis juga.



Dia berlari dan memeluk saya dan ibu.

Aku pun mendengar pintu kembali di buka dan tak tahu siapa yang masuk.

Ibu:”ada dokter neng”

Dokter:”Ibu syukur Alhamdulillah sudah sadar, biar kita suntik dulu ya, biar lebih tenang”

Mega dan ibu pun sedikit menjauh sambil tetap terisak-isak.



Dokter:”Maaf ya bu, permisi” ucapnya sambil menyuntikan obat melalui kabel impus.

Saya pun sudah mulai tenang meski tetap menangis.

Dokter:”Ibu, mbak, dibantu tetehnya biar bisa istirahat, tidur, jangan pikirkan macam-macam dulu, karena sudah sadar mungkin 1 sampai 2 jam lagi akan kita pindah dari iccu ke ruangan biasa”

Ibu:”Ia dok, makasih banyak”

Dokter:”Saya permisi dulu ya bu”

Dokter tersebut pun segera meninggalkan ruangan tempat saya di rawat.



BERSAMBUNG…

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Binalnya Istriku Dewi 76

PART 76 POV SUAMI Aku terbangun karena suara tangisan Tabah. Aku masih berpelukan dengan istriku Ifah dalam keadaan telanjang bulat. Ifah pun segera melepaskan pelukanku dan bangkit dan menggendong anaknya. Saya:”Kenapa dia neng? Ifah:”Pup ternyata a, neng ganti popok dia dulu ya, aa tidur lagi aza baru jam 6”ucap Ifah. Saya pun memutuskan untuk melanjutkan tidur karena memang masih ngantuk sekali karena habis bergadang sampai pagi. Saya pun terbangun kembali ketika ada cahaya terang pas di muka saya. Saya pun membuka mata dan ternyata cahaya tersebut masuk melalui kaca jendela yang tirainya sudah dibuka. Ku lihat sudah jam 8 pagi. Tak ku dapati Ifah maupun si Tabah di tempat tidur. Saya pun segera pergi ke kamar mandi untuk mandi. Selesai mandi saya pun segera memakai pakaian saya hingga rapi dan saya gunakan celana pendek biar santai saja. Saya segera turun ke lantai satu dan ku dapati Pak Hadi sedang santai sambil duduk bersama si Tabah menonton kartu

Binalnya Istriku Dewi 77

  PART 77 POV SUAMI Besok paginya aku pun dibangunkan oleh Ifah sekitar pukul 6 pagi. Ifah:”Bangun a, mau ikut mandi di kali gak? Ucap Ifah yang tampak masih memakai baju daster warna cream semi transparan lengan pendek yang dipakainya tadi malam tapi kepalanya sudah mengenakan jilbab warna hitam Saya:”Hoam, jadikah mau mandi di kali? Ifah:”Ia, katanya aa penasaran pengen mandi di kali? Saya:”Berdua aza? Ifah:”ia, ibu jagain si tabah, bapak udah berangkat ke sawah” Saya pun segera turun dari ranjang. Ku lihat Ifah mengambil handuk dua dan satunya diberikan kepada saya. Saya pun segera menerimanya. Dari belakang saya dapat melihat bayangan warna hitam di pantat istrinya begitu juga di punggungnya, sepertinya Ifah meanggunakan pakaian dalam berwarna hitam. Saat keluar dari kamar ku lihat di teras Yuniar sedang duduk di lantai memakai baju gamis merah dan jilbab warna putih bermain dengan si Tabah. Ifah:”Ayo a, kita berangkat sekarang” Saya:”bentar neng,