Langsung ke konten utama

Binalnya Istriku Dewi 61

 PART 61

POV Uli




Setelah Dendi dan temannya pergi, aku langsung terduduk di sofa. Kesadaranku sudah pulih 100% setelah aku sempat terbuai saat digagahi oleh Dendi. Aku langsung membenamkan kepalaku ke pangkuanku sendiri dan menangis sejadi-jadinya. Sementara suamiku Kang Suhada tidak berucap sepatah kata pun.

Karena suara tangisan ku yang cukup keras, kedua buah hatikupun terbangun. Lisa yang saat ini sudah kelas 3 SMP keluar lebih dulu dari kamarnya dan menghampiriku.



Lisa:”Mamah, mamah kenapa? Sepertinya dia sudah duduk di sampingku.

Aku tak bisa menjawab, suara ku terasa kelu, hanya tangisanku yang makin menjadi, aku merasa tubuhku begitu kotor, aku malu terhadap anakku. Aku pun mendengar pintu berderit, mungkin Arif anakku yang nomer dua juga terbangun.

Akhirnya ku dengar suara suamiku.

Kang Suhada:”Neng, aa tidur lagi aza, mamah dan papah cuma beda pendapat dikit, kalian tidur aza” ucap suamiku dengan suara sedikit serak.



Lisa:”Dek, ayo kita tidur, gpp” ucapnya. Memang anakku penurut dan Lisa sudah cukup dewasa. Sepertinya Lisa sudah meninggalkan kami. Terdengar lagi suara Kang Suhada suamiku.

Kang Suhada:”Mah, udah malu nanti kedengaran tetangga, kita ke kamar saja”

Saya:”Terus Papah gak malu waktu memperkosa si Dewi, terus Papah juga gak malu istrinya dikentot orang, sementara Papah nunggu di dalam rumah” ucapku sambil sesegukan. Aku pun sudah tidak menangis dengan suara keras hanya sesegukan sesekali. Aku pun mengangkat kepalaku tanpa menatap wajah suamiku.



Suhada suamiku tidak menjawab tapi malah menuntunku untuk berdiri. Aku pun mengikutinya karena aku pun tak mau membuat kedua anakku khawatir, mereka pasti mengira aku berantem dengan suamiku. Suamiku pun menuntunku masuk ke dalam kamar dan kami tak ada yang bicara sepatah katapun. Suamiku pun langsung mengunci pintu kamar. Sementara aku duduk di bibir kasur di mana aku tadi digauli oleh Dendi seprai tampak acak-acakkan karena aku memang belum sempat membereskannya.



Suamiku Kang Suhada pun duduk di samping saya dengan kepala tertunduk. Perasaanku campur aduk antara marah sama perbuatan suamiku yang telah memperkosa istrinya tetanggaku dan seolah dengan mudahnya membiarkan Dendi membalas dendam dengan mengauliku, juga aku malu kepada suamiku karena tubuhku telah kotor. Walau aku begitu marah sama suamiku tapi kami telah hidup bersama lebih kurang 15 tahun, aku masih tetap mencintai suamiku dengan segala kekurangan dia.



Aku masih sesegukan tanpa bisa mengatakan apapun begitu juga suamiku diam seribu bahasa. Akhirnya aku membuka pembicaraan karena suamiku dari tadi diam saja.

Saya:”Pah, setelah kejadian ini sekarang kita harus gimana? Ucapku dengan suara masih sedikit serak tapi kali ini saya sudah lebih bisa mengendalikan diri..

Suami saya menarik nafasnya panjang-panjang sebelum menjawab pertanyaan dari saya.

Kang Suhada:”Mah, kita lupain semua ini, kita lanjutkan hidup kita, anggap semua tak pernah terjadi, semua salah Papah, papah betul-betul minta maaf, papah khilaf sudah memperkosa ibu Dewi, gak terpikir bakal jadi begini” ucap suami dengan suara memelas.



Aku menarik nafas panjang, begitu mudahnya suami bilang untuk melupakan semua ini dan seolah tak terjadi apapun.

Saya:”Memang bisa segitu gampangnya Pah, kita nganggap seperti tidak terjadi apapun?

Kang Suhada menggelengkan kepalanya dan menarik nafasnya kembali dalam-dalam.

Kang Suhada:”Aku gak tahu harus gimana mah, nasi sudah menjadi bubur, kalau sampai ini diproses ke ranah hukum dan papah di penjara, imbasnya akan ke anak-anak juga, mungkin mereka akan dibully dan mental mereka bagaimana? Terus gimana biaya sekolah mereka, jadi papah dengan terpaksa mengambil keputusan….”Kang Suhada tidak meneruskan ucapannya.



Kini giliran aku yang menarik nafas panjang, sedkit kemarahanku berkurang ke suamiku. Benar apa yang dikatakannya, jika sampai suamiku dipenjara, tentu anak-anak akan ikut terdampak, tidak hanya secara ekonomi tapi juga secara mental. Aku menjadi sedikit memahami kenapa suamiku memilih mengorbankan aku.

Saya:”Ya, mamah sekarang ngerti kenapa Papah memutuskan untuk membiarkan Kang Dendi balas dendam dengan cara menggauli mamah, mamah rasa memang tidak ada pilihan lain” ucapku sambil kini giliranku yang menarik nafas panjang. Saya pun kembali berbicara.

Saya:”Biar mamah yang menanggung aib ini, jangan sampai anak-anak kenapa-kenapa, tapi mamah cuma pengen tahu, kenapa papah bisa khilaf sampai tega memperkosa Dewi? Apa karena papah bosan dengan mamah? Mamah tidak menarik lagi?Selama ini mamah tidak melihat hal buruk di diri papah” ucap saya yang memang sangat penasaran kenapa sampai suamiku melakukan hal yang keji.



Kang Suhada:”Sekali lagi maafin Papah mah, awalnya tidak ada niatan sama sekali untuk melakukan itu, sampai suatu hari saat sedang mengawasi pekerjaan anak-anak di sebuah ruangan yang kebetulan bersebelahan dengan kamarnya si Dendi dan si Dewi, kita gak sengaja denger suara orang yang lagi gituan, jadi penasaran kita dengerin dan suaranya malah semakin keras terutama yang perempuan yang kita yakin itu Dewi, mereka ewean di siang bolong sampai teriak-teriak bikin kita semua sange” ucap suami saya tanpa berani menatap saya.

Saya:”Terus…?

Kang Suhada:”Ya kebetulan ventilasinya nyambung dengan ruangan yang lagi kita renov, jadi kita bergantian ngintip mereka mah sampai mereka selesai”

Saya:”Terus papah langsung kepikiran buat perkosa Dewi gitu?

Kang Suhada:”Ya kita ngobrol dan terus terang ngelihat badannya Dewi kita jadi terangsang berat dan mulai timbul omongan macam-macam, apa harus papah ceritain mah? Tanya suamiku.



Saya:”Ia Pah, harus kamu ceritakan jangan lagi ditutupi” ucap saya dengan nada sedkiti tinggi.

Kang Suhada:”Ia, terus Bu Dewi juga kalau pagi sering senam deket kolam renang yang lagi kita buat, terus dia suka pakai celana legging yang tipis menerawang, jadi otomatis pandangan kita ke bokong dia mah, kita pun jadi saling bicara dan entah siapa ngompori untuk melakukan perbuatan itu”

Saya:”Bukan akang kan yang jadi dalangnya?

Suhada:”Gak ada spontan semua sepakat”

Saya:”Cangcutnya Dewi kelihatan? Jadi karena itu akan makin tertarik dengan Dewi” ucap saya lagi kali ini suami saya membalas tatapan saya sebentar lalu menundukan kepalanya lagi.



Kang Suhada:”Ia, jadi kalau dia senam kita semua ngelihatin dia terus terutama pantatnya, mungkin karena dia lagi hamil pantatnya makin kelihatan gede apalagi leggingnya menerawang, jadi kita bisa tahu warna cangcut yang dia pakai” ucap suamiku terlihat sedikit malu-malu saat mengucapkan pantat istri Dendi gede.

Saya:”Terus Dewinya tahu gak?

Kang Suhada:”Ya nggak, kan membelakangi”

Saya:”Memang segitu tipisnya, sampai papah bisa tahu warna cangcut yang dipakai Dewi?

Suamiku menganggukan kepalanya.



Saya pun menarik nafas panjang.

Saya:”Ya, bukan menjadi pembenaran tapi ya kadang akibat pakaian si perempuan bisa membuat laki-laki punya niat jahat, tapi tetap saja di mana-mana juga papah bakal tetap salah”

Kang Suhada:”Ia papah memang salah, khilaf mah, ampuni papah mah”

Saya:”Papah gak cuma harus minta ampun sama mamah, tapi sama Tuhan juga, mamah juga harus minta ampun sama Tuhan, mamah sekarang seorang ustazah juga ibu yang kotor” ucap saya dengan suara bergetar dan rasa sedih kembali timbul di hati saya.



Saya dan suami pun kembali terdiam, tak ada rasa kantuk padahal sekarang sudah lewat tengah malam.

Kang Suhada:”Terus papah harus gimana, mamah gak mau maafin papah?

Saya:”Bagaimana juga papah suami mamah, dan bapak dari anak-anak, ya mamah gak bisa bohong, mamah marah sekali sama papah, tapi mamah mah tetep maafin papah” ucap saya dan mulai sedikit sesegukan kembali. Kesedihan kembali mendera saya.



Kang Suhada:”Makasih mah, maafin papah sudah membawa mamah dalam permasalah yang papah timbulkan”

Saya:”Sudah berapa kali papah minta maaf, sudahlah, sekarang mamah mau tanya lagi…” ucap saya.

Kang Suhada:”Tanya apa mah?

Saya:”Gimana perasaan papah sama mamah, apa papah masih cinta dan sayang sama mamah, mamah sekarang bukan lagi yang tadi sore, mamah sudah menjadi seorang istri yang ternoda, seorang ibu yang kotor, seorang ustazah yang hina, mungkin gak pantes lagi dibilang ustazah” ucap saya dan hampir kembali menangis.



Suami saya pun segera memegang kepala saya yang sedang menunduk dan begitu kepala saya diangkat agar mata saya saling bertatapan dengan suami saya, air mata kembali meleleh sampai ke pipi saya.

Kang Suhada:”Semua ini salah papah, jadi rasanya gak perlu mamah bertanya begitu, papah akan selalu cinta dan sayang sama mamah”

Saya:”Kalau sayang kenapa Papah biarin kang Dendi memperkosa mamah di kamar ini, di ranjang pernikahan kita Pah, terus papah ada di rumah ini,cuma duduk di ruang tamu membiarkan istri berada dalam kamar bersama bukan muhrimnya” ucap saya yang tentu membuat suami saya semakin bersalah.

Kang Suhada:”Sekali lagi maafin papah, papah gak punya pilihan” ucapnya singkat.

Saya:”Ia papah udah bilang itu di awal” suami saya kemudian memeluk saya dengan erat. Saya pun membenamkan wajah saya di dada suami saya.



Saya:”Papah bener masih sayang dan cinta sama mamah?

Kang Suhada:”Tentu saja mah, tidak akan pernah berubah walau papah sudah pernah melakukan khilaf” ucap Kang Suhada.

Saya:”Tapi badan mamah sudah kotor Pah, mamah sudah dinodain sama kang Dendi, bahkan dia tidak melakukannya cuma sekali, tapi tadi dia menyetubuhi mamah berkali-kali” ucapku dan tak tahan lagi aku pun menangis.

Kang Suhada:”Semua gara-gara Papah mah, Papah tetap cinta sama mamah, mungkin tubuh mamah sudah kotor, sama dengan tubuh papah apa bedanya, tapi hati mamah tetap suci” ucap suami saya.

Saya:”Gak mungkin Pah, para suami pasti cintanya akan berkurang begitu tahu istrinya sudah pernah dinodain orang, sudah dirampas kehormatannya oleh orang lain” ucap saya.

Kang Suhada:”Tidak mah, tidak begitu, justru karena kejadian ini dan mamah masih ikhlas maafin papah, rasa sayang papah ke mamah makin besar, mamah adalah bidadari yang suci tapi punya suami jahat, busuk seperti papah” ucap suami saya dengan suara yang berat sambil tangannya mengelus-elus melepas jilbab saya dan mengelus-elus rambut saya yang acak-acakkan hasil pergumulan dengan Dendi beberapa saat yang lalu.



Kang Suhada pun mencium kening saya beberapa kali.

Saya:”Apa papah masih mau menyentuh mamah? Dengan tubuh mamah yang sudah kotor dan ternoda? Ucap saya.

Suami saya tidak menjawab tapi mencium bibir saya lalu melumatnya. Saya pun membalas ciuman suami saya.

Kami berciuman untuk beberapa saat.

Kemudian ciuman Kang Suhada pun turun berpindah ke leher dekat telinga. Kang Suhada pasti dapat melihat banyaknya bekas cupangan di leher saya.



Saya:”Pah, bahkan kamu bisa melihat noda itu, belum hilang dari tubuh mamah, cupangan-cupangan yang diberikan Pak Dendi ke lehernya mamah” ucap saya.

Tapi kang Suhada tidak menjawab malah tetap menjilati leher saya.

Saya:”Noda cupangan di leher mamah bisa hilang, hilang bentuknya saja Pah, tapi sebenarnya tetap nempel di tubuh istrimu ini seumur hidup aaagh” ucap saya sambil mendesah karena suami saya pun menyedot dan menggigit leher saya kuat-kuat.



Kini tak hanya lidah kang Suhada yang berarksi, tangannya kini mulai meremas-remas tetek saya yang tanpa bh.

Saya:”Aaagh Pah, enak aaagh”

Kang Suhada menghentikan hisapannya di leher saya dan kemudian dia berkata.

Kang Suhada:”Mah, tadi si Dendi maksa kamu ikut keluar dan gak boleh pakai kutang sama cangcut?

Saya:”Ia Pah, dia maksa mamah ikut, cangcut dan kutang yang tadi mamah pakai dibawa sama dia, dia sepertinya puas banget bisa lecehkan mamah depan papah langsung, papah tadi cuma diam saat kang Dendi narik baju gamis mamah sampai ke pinggang, bool mamah dan momok mamah (saya dan suami kalau lagi bercinta sudah teribiasa ngomong jorok, meski saya seorang ustazah, ini untuk membuat kita lebih bergairah) pun bisa dilihat langsung juga oleh temennya dia, papah cuma diam aza” ucap saya dan tangisan saya pun mulai kembali pecah, saya kembali terisak-isak mengingat kejadian terakhir tadi.



Kang Suhada:”Maafin papah mah, Papah gak bisa buat apa-apa”

Saya:”Ia, mamah tahu aaagh, Pah, papah bener ini pengen bercinta dengan mamah? Kan belum lama tubuh mamah baru habis dinodain orang lain”

Kang Suhada:”Papah tetap bergairah mah” ucap suami saya sambil menarik gaun gamis saya, saya pun segera berdiri membiarkan suami saya melolosi gaun saya melalui atas kepala saya.

Saya pun segera telanjang bulat karena sudah tak memakai pakaian dalam. Saya pun membantu suami saya melepas semua pakaiannya hingga dia pun telanjang bulat. Begitu suami saya telanjang bulat tanpa sadar saya mulai membandingkan dia dengan Dendi.



Badan suami saya tergolong kurus walau gak kurus-kurus amat, kulitnya sedikit hitam walau aslinya dia putih walau gak putih-putih amat. Mungkin karena kerjanya sebagai mandor bangunan malah dulunya tukang bangunan sehingga kulitnya terbakar matahari. Berbeda dengan Kang Dendi yang bener-bener berkulit putih bahkan lebih putih dari kulit saya dan istrinya. Kecuali perutnya buncit tapi keseluruhan cukup berisi.



Dari segi wajah jelas suami saya kalah dari Dendi. Tapi sebenarnya suami saya tidak bisa digolongkan jelek terlebih wajahnya bercahaya karena dia rajin beribadah dan dia adalah anak orang kuat agamanya. Ibu dan bapak mertuaku keduanya merupakan seorang haji dan hajjah dan bapaknya merangkap ustadz sehingga anaknya pun mempunyai nama yang bagus yaitu Suhada.



Mata saya pun turun ke selangkangan suami saya. Kontol suami saya sudah menegang. Sebenarnya bagi saya ukuran suami saya sudah sangat besar dan lumayan panjang juga sampai saya melihat punya Kang Dendi tadi yang ternyata jauh lebih besar dan sedikit lebih panjang. Aku bukan perempuan yang suka menonton bokep meski saat sekolah aku pernah melihatnya dan aku tahu gimana ukuran barang orang luar negeri.



Aku pun segera berjongkok di depan selangkangan suami saya.

Melakukan blow job bagiku bukan hal tabu meski aku seorang ustazah, yang penting suami puas.

Aku pun segera memegang kontol suamiku dan mulai menjilatinya.

Kang Suhada:”Mah, tadi kamu isep kontolnya si Dendi gak? Tanya suamiku.

Saya:”Gak ada Pah, dia langsung ngewein mamah”

Suhada:”Ih mamah nakal, ngomongnya jorok, kamu kan ustazah, tapi sama Dendi mamah gak keceplosan ngomong jorok kan?

Saya:”Tapi papah kan sukanya aku kayak gitu kan? Ucap saya tanpa menjawab lengkap pertanyaan suami saya.



Tapi suami saya tidak menjawab, malah mendorong kontolnya memasuki mulut saya. Kang Suhada memegang kepala saya dan mendorong maju mundur.

Ku lihat suami saya matanya merem-melek menikmati sepongan dari saya. Meski dulu sebelum menikah saya menganggap seks adalah hal tabu tapi setelah menikah saya total melakukan apapun yang diinginkan suami saya.

Kontol kang Suhada sudah semakin keras, meski tak sekeras punya Dendi yang beberapa saat yang lalu saya rasakan beberapa kali.



Kang Suhada:”Udah, stop dulu mah, papah gak mau keluar dulu, Papah mau keluarnya di heunceut kamu” ucap Kang Suhada.

Saya:”Yakin, Mamah tadi kan habis dizinahi kang Dendi Pah, momok mamah kotor, ada peju dia di dalamnya, biar mamah mandi dulu pah” ucap saya masih berjongkok di depan suami saya dan memegang kontol dia.

Kurasakan kontol kang Suhada semakin bertambah keras dan kepalanya manggut-manggut.

Kang Suhada:”Gak perlu mah, mamah tetap wanita yang suci di mata Papah dan tetap seorang ustazah terhormat, semua yang terjadi sama kamu tadi karena gara-gara papah, bukan salah kamu, biar heunceut kamu papah tambahin peju papah” ucap suami saya sambil menarik saya agar berdiri dan duduk di samping dia. Lalu suami saya pun menarik saya ke dalam pelukannya sambil menciumi tengkuk saya.



Saya pun tetap memegang kontol kang Suhada sambil mengocok-ngocoknya. Sementara kali ini suami saya mulai menjilati leher saya

Saya:”Aaagh, mamah malu pah, leher mamah banyak cupangan kang Dendi”

Kang Suhada:”Gpp Mah, papah justru makin terangsang liat leher bu Ustazah banyak bekas cupangan” ucap suami saya tak terduga.

Saya:”Kontolnya koq makin keras Pah kayak batu?



Kang suhada belum menjawab tapi terus menjilati leher saya dan memberi saya beberapa gigitan, saya yakin semakin banyak merah-merah bekas cupangan di leher dan dekat telinga. Saya pun dibuatnya semakin terangsang.

Kang Suhada:”Mah, papah koq jadi lebih bergairah” ucap suami saya lalu segera melumat bibir saya. Kami pun berciuman untuk beberapa saat. Selanjutnya suami saya melepaskan mulutnya dari mulut saya dan berpindah ke tetek saya.

Saya:”Koq bisa papah malah makin bergairah?



Suami saya pun sejenak berhenti menjilati tetek saya yang juga ada beberapa bekas cupangan Dendi.

Kang Suhada:”Ia mah,papah jadi ngebayangin mamah tadi habis digauli Pak Dendi, tapi malah bikin papah bergairah” ucap suami saya dan kini dia mulai menghisap puting susu saya.

Saya:”Aaagh Pah, koq bisa Papah malah bergairah ngebayangin mamah habis digagahi oleh kang Dendi?

Suami saya tidak menjawab malah menghisap puting susu saya kuat-kuat. Gigitan-gitian kecil pun dia berikan di sekitar puting susu saya sehingga saya yakin semakin banyak warna merah di tetek saya.



Saya:” Aaagh, makin banyak pah, cupangan di susu mamah” ucap saya sambil mengerang kenikmatan. Entah kenapa gairah saya pun menjadi terbakar membayangkan tadi saya habis dientot Dendi dan sekarang saya lagi digumuli suami saya dengan bekas-bekas hasil persetubuhan saya dan kang Dendi masih menempel di tubuh saya.

Suami saya kini melepaskan mulutnya dari dada saya. Dia pun segera naik ke ranjang dan kemudian menarik dan menuntun saya agar segera naik. Setelah naik, Suami saya memangku saya dan direbahkannya saya secara perlahan di tengah ranjang di mana beberapa waktu sebelumnya saya di nodain Kang Dendi di sini.



Suami saya segera menempatkan dirinya di antara dua kaki saya. Dia pun melebarkan kedua kaki saya hingga dia kini semakin bebas menatap memek saya yang tertutup oleh bulu-bulu yang rimbun. Tangan suami saya pun segera menyibakkan rambut kemaluan saya dan mulai meraba-raba memek saya.

Saya:”Aaagh Pah, mainin itilnya aaagh enaaak aaaaagh” ucap saya ketika jari-jari suami saya kang Suhada mulai menyentuh dan mempermainkan itil saya.

Ku lihat Kang Suhada pun tersenyum melihat saya yang mengerang keenakan.



Kang Suhada:”Tadi heunceut kamu dijilatin si Dendi gak mah? Tanya kang Suhada sambil mulai memasukan dua jarinya ke memek saya.

Saya:”aaagh, enggak kang” ucap saya sambil menggelinjang.

Kang Suhada:”Heunceut kamu masih bagus koq mah, biar udah kemasukan kontol orang” ucap suami saya lagi.

Saya:”Aaag Papah, koq gitu ngomongnya uuughhhh” saya pun kembali mendesah dan merasakn memek saya mulai banjir.



Kang Suhada:”Udah banjir mah…” ucapnya sambil menarik kedua jari tangannya lalu menunjukan kepada saya jari tangannya yang basah.

Saya:”Udah Pah, masukan aza, mamah gak kuat” ucap saya kepada Kang Suhada suami saya.

Kang Suhada:”Apa yang dimasukin bu ustazah? Tanya suami saya seolah dia sengaja mempermainkan saya.

Saya:”Aaagh Papah, masukan kontolnya pah, ke momok mamah” ucap saya.

Kang Suhada pun tersenyum lalu dia mengocok-ngocok kontolnya sendiri bererapa detik dan segera menempelkannya di depan lubang memek saya.



Saya:”Aaaaag Pah, masukan aza aaagh”

Kang Suhada:”Mamah mau, kan tadi heunceut mamah udah dimasukin kontol juga, kontol si Dendi, kata mamah malah dia ewe kamu lebih dari sekali” ucap suami saya membuat saya meradang.

Saya:”Aaagh Papah, ia, tadi mamah habis diewe orang, Papah yang biarkan mamah diewe kang Dendi, sekarang papah yang ewe mamah” ucap saya.

Kang Suhada mulai mendorong kontolnya dan secara perlahan kontol kang Suhada mulai menerobos masuk ke dalam lubang memek saya.



Saya:”Aaaagh, Pah, masuk aaaaghhh”

Kang Suhada:”Apanya yang masuk sayang…?

Saya:”Kontolnya papah aaaagh enak aaagh masuk semuaaahh”

Kontol kang Suhada pun sudah masuk semuanya ke dalam memek saya. Kang Suhada pun segera maju mundur sambil memegangi kedua paha saya.



Ploook…ploook…ploook benturan halus terdengar karena kang Suhada tidak terburu-buru mengentot saya. Dia melakukannya dengan lembut dan perlahan-lahan.

Saya:”Aagh Pah, gimana memek mamah masih enak?

Kang Suhada:”uuuuh enak mah, masih sempit heunceutnya mamah” ucap kang Suhada sambil sedikit ngos-ngosan.



Saya:”Masa Pah? Kan memek mamah tadi habis kemasukan kontolnya Kang Dendi yang lebih gede dan lebih panjang dari kontolnya Papah?

Kang Suhada:”enak koq mah, masih jepit uuugh” ucap kang Suhada sambil mempercepat sodokan kontolnya yang terasa begitu keras dan kakau di dalam memek saya.

Ranjang pun mulai berderit seiring gerakan kang Suhada yang semakin cepat mengentotin memek saya.



Saya:”Ia, mamah juga enak Pah, ewe yang kenceng pah” ucap saya sambil tek berhenti meleguh dan mendesah. Kang Suhada pun semakin semangat menggenjot memek saya.

Ploook..ploooo…ploooook…. keringat mulai membasahi tubuh kami berdua.

Kang Suhada:”Hoosssh…hooooossh…” napas kang Suhada terdengar berat.

Saya:”Aaagh Pah, nikmat Pah, diewe papah halal gak kayak tadi mamah diewe kang Dendi itu namanya zinah” ucap saya dan membuat suami saya seperti makin bergairah. Kedua paha saya dipegang di samping pinggangnya dan dia semakin cepat menyodokan kontolnya.



Kang Suhada:”Bu ustazah, kamu nakal ya, pake ngaku ke akang suami kamu, kamu habis dizinahi si Dendi” ucap Kang Suhada sambil lebih cepat lagi menyodokan kontolnya ke memek saya. Tidak biasanya Kang Suhda mapu bertahan lebih lama dari biasanya.

Saya:”Aaagh Papah jahat, Papah yang biarin mamah dizinahin Kang Dendi uuugh mamah keluar aaaaagh” ucap saya sambil kedua tangan saya mencengkram erat siku kang Suhada saya pun mengejang.

Kang Suhada pun mengetahui aku telah orgasme. Dia pun memperlambat sodokannya.

Aku terpejam menikmati sisa-sisa kenikmatan dari persetubuhanku dengan suamiku. Setelah beberapa saat berlalu, kang Suhada kembali menggenjot tubuhku. Aku pun mengimbangi gerakannya yang semakin lama semakin liar.



Kang Suhada:”Aaagh rasakan nich ustazah penjinah” ucapnya sambil mempercepat sodokannya. Plook..plook…ploook….

Saya:”Akkkh Pah…mamah bukan penjinah aaagh”

Kang Suhada:”Aaagh Papah gak kuat Mah, kamu bukan penjinah, tapi dizinahi uuuuh” ucap Kang Suhada sambil menekan kontolnya dalam-dalam dan bersamaan dengan itu kurasakan semprotan peju Kang Suhada.

Kang Suhada:”Aaaghhhhh uuuhg”

Saya:”Aaaaaagh Kang enaaaak…aaaggh…aaaghh….aaaghhh”



Bersamaan dengan itu juga tubuh kang Suhada ambruk menimpa tubuh saya.

Kami pun terdiam untuk beberapa saat sampai saya merasakan tubuh suami saya begitu berat dan saya pun mendorong badan kang Suhada sehingga jatuh ke samping saya.

Kang Suhada kemudian membalikan badannya hingga sama seperti saya terlentang.

Saya:”Tumben akang lama keluarnya tadi, ini spermanya juga banyak banget” ucap saya sambil mengobel memek saya sendiri dan menunjukan peju kang Suhada di jari saya.



Kang Suhada:”Gak tau mah, Papah menjadi lebih bergairah setelah kejadian tadi” ucap Kang Suhada.

Saya:”Maksud akang setelah kejadian mamah dizinahi Pak Dendi?

Kang Suhada:”Ia, rasanya saat bercinta kita menjadi lebih mesra dan bergairah kan?

Saya:”Mamah gak tahu, tapi papah sepertinya lebih bergairah padahal tubuh istrinya baru habis dipake orang” ucap saya sambil menarik napas panjang.



Kang Suhada:”Kamu masih marah sama papah, mah?

Saya:”Nggak, tapi…” saya tidak meneruskan ucapan saya.

Kang Suhada:”Tapi apa mah?

Saya:”Kang Dendi bilang, dia besok mau datang lagi ke sini…”

Kang Suhada:”Dia tidak ada bilang sama Papah”



Saya:”Dia bilang istrinya dinodai sama 9 orang, jadi kalau Cuma satu kali gak impas, jadi dia besok mau ke sini lagi, dia mau menzinahi mamah lagi pah, gimana ini? Tanya saya sama suami saya.

Kang Suhada memiringkan tubuhnya hingga kini menghadap ke saya. Sementara saya masih dengan posisi yang sama tetap terlentang.

Kang Suhada:”Kamu nikmati saja Mah, nanti juga dia bosen, karena masih banyak istri anak buah papah yang bakal di garap, pasti dia ketagihan dengan jepitan heunceutnya bu ustadz” ucap suami saya diakhiri dengan sedikit tertawa.

Saya pun mencubit pundak suami saya.



Saya:”Ih Papah jahat banget, masa mamah disuruh menikmati, kalau mamah ketagihan gimana hehe”

Kang Suhada tidak menjawab hanya tersenyum saja.

Saya:”Pah, maafin mamah ya, terus terang, waktu tadi mamah dientot Kang Dendi akhirnya mamah menikmatinya juga, mamah gak bisa membohongi diri sendiri, kontolnya Kang Dendi panjang dan besar” ucap saya di mana lidah saya seperti tercekat. Saya lihat ekpresi Kang Suhada biasa saja tidak tampak kemarahan di wajahnya.



Kang Suhada:”Seperti itu juga waktu Papah memperkosa istri Dendi, awalnya dia menolak tapi papah yakin kemudian dia juga menikmati kita gangbang mah”

Saya:”Oh gitu ya Pah, terus kang Dendi kan buang pejunya diheunceut mamah eh maksud mamah di memek mamah, gimana kalau mamah hamil Pah?

Kang Suhada:”Kan, tadi heunceut mamah udah papah isi peju papah juga, mudah2an peju papah saja yang jadi”

Saya:”Ya udah kalau gitu, besok mamah layanin kang Dendi kalau dia ke sini”

Kang Suhada:”Pastikan saat anak-anak tak ada di rumah”

Saya:”Ia kang, dia datang pagi katanya”



Lalu kami kemudian kembali saling terdiam dan tak terasa sudah masuk waktu shubuh.

Saya:”Pah, mamah mandi dulu ya, papah gak sekalian mandi juga?

Kang Suhada:”Papah tidur saja mah, capek, hari ini masih kerja di tempat si Dendi”

Saya:”Oh ya Pah, tadi waktu kang Dendi ngewein mamah, pas pejunya keluar, kontolnya masih aza keras, tahunya kata dia pakai obat, mamah bilang boleh minta buat papah, dia bilang boleh saja asal papah bilang sendiri, papah minta ya obatnya sama dia”



Kang Suhada:”Gengsi ah mah, masa minta obat begituan sama dia”

Saya:”Ayolah Pah, enak tahu, jadi sudah keluar pun nanti kontolnya papah keras terus, mamah pasti puas”

Kang Suhada:”Ya udah nanti papah coba tanya sama dia”

Saya:”Ia, pasti dia kasih koq, papah kan udah ngasih memek istrinya ke dia hehe” ucap saya sambil berdiri dan lalu meninggalkan kang Suhada menuju kamar mandi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Binalnya Istriku Dewi 78

  PART 78 POV Wife Pagi itu aku duduk sendiri di teras rumah. Hatiku tengah galau berat. Hanum sedang pergi mengantar Intan ke sekolah dan Anis bersama Bu Heti sedang berbelanja ke super market untuk kebutuhan sehari-hari dan Revan ikut dengan mereka. Sore atau malam nanti suamiku akan pulang ke rumah, aku khawatir tidak bisa menahan amarah sehingga semua rencanaku akan gagal. Aku sedang memikirkan bagaimana aku bersikap kepada suamiku dan menahan emosi agar semua rencanaku berjalan semestinya dan aku dapat mengetahui apa suamiku menyeleng atau tidak dibelakangku, yang pasti dia sudah berbohong namun aku belum tahu alasannya. Saat sedang melamun aku mendengar pintu pagar digedor-gedor dari luar. Saya pun kaget dan segera berdiri untuk mencari tahu. Ternyata ada seseorang memukul-mukul pagar menggunakan tongkat kayu. Orangnya kurus dan tingginya mungkin hampir sama dengan saya dan kelalanya plontos. Memakai kaus lengan pendek warna putih dan celana jeans. Tangannya

Binalnya Istriku Dewi 76

PART 76 POV SUAMI Aku terbangun karena suara tangisan Tabah. Aku masih berpelukan dengan istriku Ifah dalam keadaan telanjang bulat. Ifah pun segera melepaskan pelukanku dan bangkit dan menggendong anaknya. Saya:”Kenapa dia neng? Ifah:”Pup ternyata a, neng ganti popok dia dulu ya, aa tidur lagi aza baru jam 6”ucap Ifah. Saya pun memutuskan untuk melanjutkan tidur karena memang masih ngantuk sekali karena habis bergadang sampai pagi. Saya pun terbangun kembali ketika ada cahaya terang pas di muka saya. Saya pun membuka mata dan ternyata cahaya tersebut masuk melalui kaca jendela yang tirainya sudah dibuka. Ku lihat sudah jam 8 pagi. Tak ku dapati Ifah maupun si Tabah di tempat tidur. Saya pun segera pergi ke kamar mandi untuk mandi. Selesai mandi saya pun segera memakai pakaian saya hingga rapi dan saya gunakan celana pendek biar santai saja. Saya segera turun ke lantai satu dan ku dapati Pak Hadi sedang santai sambil duduk bersama si Tabah menonton kartu

Binalnya Istriku Dewi 77

  PART 77 POV SUAMI Besok paginya aku pun dibangunkan oleh Ifah sekitar pukul 6 pagi. Ifah:”Bangun a, mau ikut mandi di kali gak? Ucap Ifah yang tampak masih memakai baju daster warna cream semi transparan lengan pendek yang dipakainya tadi malam tapi kepalanya sudah mengenakan jilbab warna hitam Saya:”Hoam, jadikah mau mandi di kali? Ifah:”Ia, katanya aa penasaran pengen mandi di kali? Saya:”Berdua aza? Ifah:”ia, ibu jagain si tabah, bapak udah berangkat ke sawah” Saya pun segera turun dari ranjang. Ku lihat Ifah mengambil handuk dua dan satunya diberikan kepada saya. Saya pun segera menerimanya. Dari belakang saya dapat melihat bayangan warna hitam di pantat istrinya begitu juga di punggungnya, sepertinya Ifah meanggunakan pakaian dalam berwarna hitam. Saat keluar dari kamar ku lihat di teras Yuniar sedang duduk di lantai memakai baju gamis merah dan jilbab warna putih bermain dengan si Tabah. Ifah:”Ayo a, kita berangkat sekarang” Saya:”bentar neng,