PART 67
POV SUAMI
Ifah segera turun dari ranjang dan mengambil handuk warna biru tua yang
tergantung di atas kastop belakang pintu. Ifah pun segera mengenakannya
dan melepas hijabnya, rambut Ifah ternyata sangat panjang sampai sedikit
di atas pantat, kemudian Ifah menggantung jilbanya di atas kastop atau
entah apa namanya.
Handuk yang dipakainya tak mampu menyembunyikan tonjolan tubuhnya yang
begitu besar. Sebagian teteknya terlihat menyembul dan pajang handuk
mungkin 15 cm di atas lutut.
Ifah pun kemudian mengambil bajunya yang tergeletak di lantai dan menggantungnya.
Ifah:”A, ambilin kutang sama cangcut neng dong” ucap Ifah.
Saya pun mengambilnya dari sudut ranjang dan memberikan kepada Ifah.
Saya:”Cangcutnya besar banget ya” ucap saya sambil membentangkan cdnya Ifah.
Ifah:”Sesuai isinya a, kan memeknya gede hehe” ucap Ifah sambil
mengambil pakaian dalam dia dari tangannya saya. Ifah pun menentengnya
dan segera keluar dari kamar tanpa menutup pintu dengan rapat. Saya pun
segera memakai selimut dan rebahan kembali.
Ku dengar suara Pak karim berbicara kepada Ifah.
Karim:”Wah neng, udahan, sampai berkali-kali kedengarannya hehe”
Terdengar pula suara Yuniar ar:”menyahuti.
Yuniar:”Dulu kan dapetnya yang tua mulu kang, sekarang dapat yang muda, kena genjot habis-habisan hihi” ucap Yuniar vulgar.
Ifah:”Ah, pada ngejekin aza hihi, udah ah mau mandi” terdengar suara Ifah yang kemudian tertawa.
Karim:”Cuci yang bersih, paling nanti shubuh dicrootin lagi hahaha” terdengar suara Pak Karim mengejek Ifah.
Sementara saya segera memejamkan mata agar bisa tertidur. Baru hampir
terlelap atau mungkin saya sudah terlelap untuk beberapa waktu saya
mendengar pintu kamar di buka. Tampak ifah masuk dengan rambut yang
basah pertanda sudah mandi.
Ifah:”Kirain aa udah bobo?
Saya:”Udah, baru terlelap eh Ifah datang” ucap saya.
Ifah:”Bentar ya Ifah ambil si dedek dulu, takut ganggu, ibu sama bapak
pasti mau maen” ucap Ifah sambil mengacungkan jempolnya kepada saya
sambil dijepit dua jari lainnya.
Ifah pun segera keluar kembali dari kamar. Di luar saya dengar sudah
sepi tak terdengar lagi orang mengobrol. Tak lama Ifah pun kembali
sambil menggendong anaknya. Dia pun menaruhnya di dekat dinding dan saya
pun geser ke tepi ranjang satunya.
Ifah pun tampak berdiri di depan lemari kaca sambil meynisir rambutnya.
Tampaknya dia tidak mempunyai meja rias. Ifah kemudian membuka lemari
dan mengambil pakaian juga sejumlah alat make up.
Saya masih terus memperhatikan mulai dari dia pakai make up, pakaian
dalam sampai memakai baju daster panjang berwarna pink yang cukup tipis
yang jika terkena sorotan lampu dalamannya yang keduanya berwarna hitam
semakin jelas terlihat. Kontol saya pun perlahan berdiri lagi tapi saya
segera memejamkan mata agar besok tidak kesiangan.
Tak Lama Ifah pun naik ke tempat tidur dan masuk ke dalam selimut. Saya pun segera memeluk dia.
Ifah:”Ih kanjut aa berdiri lagi ya?
Saya:”Dikit, udah aa juga ngantuk, takut kesiangan besok”
Kami berdua pun segera memejamkan mata dengan tangan Ifah menggenggam kontol saya.
Baru saja saya mau tertidur saya mulai mendengar suara-suara aneh dan
deritan seperti suara ranjang saat saya bercinta dengan Ifah. Saya pun
membuka mata.
Ifah:”Hehe, ibu sama bapak lagi ngewe a, hehe maaf ya, dinding pembatas kamar kami terbuat dari kayu triplek” ucapnya.
Saya pun segera memperhatikan pembatas kamar kami, benar saja setelah
diperhatikan memang terbuat dari kayu, berarti hanya pembatas dengan
luar saja yan memakai tembok.
Terdengar rintihan perempuan yang pastinya suara Yuniar.
Saya:”Papah sama mamah kamu masih pada kuat ya?
Ifah:”Ia lah, mamah belum tua banget baru 39 dan papah 42, masih pada doyang ngewek hehe” ucap Ifah.
Suara deritan ranjang pun semakin nyaring terdengar.
Ifah:”Udah biasa a, saling maklum, ya rumahnya kan gak tembok semua” ucapnya.
Saya sebenarnya tidak masalah tapi menjadi tidak bisa tidur.
Ifah:”Koq kanjut aa makin keras ya hehe”
Saya:”Aa lagi bayangin mamah kamu yang semok ditindihin bapak kamu, terus oh..oh” ucap saya tanpa sadar.
Ifah:”Ih aa, malah ngebayangin hihi”
Saya pun kaget dan baru sadar.
Saya:”Eh maksudnya…” saya pun bingung menjelaskannya
Ifah:”Gpp lagi, banyak koq yang suka sama ibu, malah mau kawin kontrak, dikiranya tak ada lakinya hihi”
Saya:”Ia kah?
Ifah:”Hehe, Aa ngiler juga ya, jujur aza gpp, santai aza”
Saya:”Bukan gitu maksudnya” ucap saya
Ifah:”Gpp, Ifah gak marah, bilang aza kalau aa juga ngiler, siapa tahu Ifah bisa bantu biar aa dapatin ibu hihi” ucap Ifah.
Entah apa maksud ucapan Ifah.
Saya:”Udah yuk tidur”
Ifah:”Tapi gak bisa tidur kan, kontolna aa aza ini gak bisa tidur hehe, mau ngintip gak, Ifah punya lubang tempat ngintipnya?
Saya:”Hah, ada-ada aza kamu ini”
Ifah:”Ifah serius a, dulu laki Ifah yang pertama pernah bilang tertarik sama ibu, sampai kita buat lubang hehe”
Saya:”Ia kah, terus mamah kamu tahu sayang”
Ifah:”Ya nggak lah a hehe, mau lihat gak, Ifah serius ini”
Saya:”Ah kamu jebak aa ini”
Ifah:”Gak, neng gak jebak aa, kalau suami neng yang pertama dia mau
ngintip harus ada uang tutup mulut, kalau aa gak, karena neng sayang
sama aa hihi” ucapnya. Saya masih tidak percaya dan bingung tapi
penasaran juga.
Saya:”memang sebesar apa lubangnya, memang gak bakal ketahuan?
Ifah:”Gak, lampu kamar mereka pasti dimatikan aa”
Saya:”Yah gelap dong apa yang dilihat?
Ifah:”Mereka ganti lampu pakai LED yang bisa ditempel itu, terang, tapi kalau kita ngintip leluasa”
Saya:”Ya udah kalau gitu ayo tunjukin di mana?
Ifah:”Haha, ketahuan dasar lelaki hidung belang” ucap Ifah sambil
tertawa pelan, mungkin takut terdengar orang tuanya sambil mencubit
hidung saya.
Saya:”Tuch kan aku dijebak” ucap saya langsung cemberut dan agak kesal.
Ifah:”Gak, aku gak jebak sayang” ucapnya sambil mengelus-elus lembut kontol saya.
Ifah:”Cuma kamu jujur aza, kamu naksir gak sama ibu aku?
Saya:”Ya, kan aku naksir kamu, nikahnya sama kamu”
Ifah:”Maksud aku tuch, kamu nafsu gak sama ibu aku, jawab yang jujur?
Saya:”Ntar kamu marah”
Ifah:”Ah, aku malah bakal marah kalau kamu gak jujur” ucanya sambil meremas kontol saya.
Saya:”Aagh sakit tahu” ucap saya sedikit meringis.
Ifah:”Makanya jujur, buruan, nanti keburu ibu sama bapak selesai ngewenya” ucap Ifah.
Saya:”Ia, siapa sich yang gak suka sama mamah kamu, semok gitu, tadi aza
kan mamah kamu keluar masih pakai mukena, pas dia ke pergi ke dapur kan
mukenanya kena cahaya agak nerawang gitu, terus mamah kamu kan di dalam
mukena Cuma pakai pakaian dalam, kita semua ngelihatin, kecuali papah
kamu karena lagi membelakangi” ucap saya.
Ifah:”Masa, jadi kelihatan warna cangcut mamah aku dong”
Saya:”Ia”
Ifah:”Kamu ngaceng gak”
Saya:”Hehe ia”
Ifah:”Nah gitu jujur, kayaknya mereka masih ngewe, lagi seru-serunya itu
suara ranjang keras banget” ucap Ifah sambil membuka selimut dan turun
dari ranjang.
Saya pun segera mengikutinya dan plaaak saya pun menampar pantat besar Ifah.
Ifah:”Aaaw, suuuuttttsssh, aa ini” ucapyna sambil berjalan menuju lemari kecil yang terbuat dari plastic.
Ifah:”Sini” dia pun menggeser lemari tersebut.
Saya:”Mana, gak ada apa-apa?
Ifah lalu menggeser sebuah kertas putih yang menempel di dinding yang atasnya dikasih lakban bening.
Ifah:”nich”
Saya pun segera melihatnya. Tampak sepertinya sambungan triplek yang
tidak rata dan memang muncul celah yang sebenarnya tidak besar, tapi
karena dicat warna putih terlihat seperti tembok.
Saya pun segera mengintip melalui celah tersebut.
Benar saja saya dapa melihat ke dalam kamar. Tampak di posisi celah
tersebut gelap dan kasur tempat Yuniar dan suaminya sedang bersetubuh
ada di sebrang saya dengan posisi horizontal. Sehingga saya dapat
melihat ibunya Ifah yang sedang berada di atas tubuh suaminya hanya saya
dari samping bukan dari depan.
Ifah:”Kelihatan gak?
Saya:”Ia, tapi sayang dari samping”
Ifah:”Ya Cuma itu, karena ranjang mereka posisinya beda sama ranjang
kita, kalau mereka yang ngintip ke ranjang kita mereka bisa lihat kita
membelakangi” ucap Ifah.
Saya:”Besok suruh bapak ubah posisi ranjangnya ya, kayak kita”
Ifah:”enak aza, ada-da saja” ucapnya sambil mencubit saya.
Ifah:”Tapi kelihatan aza kan?
Saya:”Ia tapi gak puas, gak bisa lihat susu mamah kamu dari depan dan memeknya” ucap saya.
Ifah:”Dasar, udahan kayaknya ya”
Memang saya lihat Yuniar tampak berguling ke samping suaminya dan sialnya kini badanya terhalang tubuh suaminya.
Ifah:”Udah bucat paling si papah”
Saya:”Ah gak puas”
Ifah:”Huh, kalau berani, intip kalau ibu lagi mandi, tapi harus dari atas sich hihi”
Saya:”Agh udah yuk tidur” ucap saya sedikit lemas karena tidak seperti yang saya perkirakan tadi.
Ifah:”Gak usah sedih, lain kali lagi, aa kan besok kerja” ucanya lembut sambil menggandeng saya.
Kami pun kembali ke tempat tidur. Kontol saya yang sempat ngaceng sudah
layu kembali. Kami pun berpelukan dengan saya tetap telanjang.
Aku terbangun dan tak mendapati Ifah di samping saya. Saya terbangun
karena si tabah menangis. Ternyata Ifah masih sholat. Saya pun segera
memangku Tabah dan mencoba menenangkannya sebisa mungkin tapi tetap
menangis.
Tiba-tiba pintu kamar di ketuk dari luar.
Yuniar:”Kenapa si dedek Neng?
Saya pun segera membuka pintu.
Saya:”si Dedek nangis, tapi Ifahnya lagi sholat bu” ucap saya dan
seketika terkejut karena saya lihat Yuniar sedang beridir di depan pintu
memakai daster warna hijau transparan. Yang jadi perhatian saya
tampaknya dia tidak memakai bh. Toketnya yang besa menggantung dan
tampak putingnya yang berukuran sangat besar. Saya pun bengong seketika
menatap dada Yuniar tanpa berkedip. Yuniar pun menyadari saya sedang
menatap dadanya. Satu tangannya segera menutup dadanya.
Yuniar:”Sini A, biar ibu yang gendong si dedek” ucapnya sambil
mengulurkan satu tangannya. Tampaknya dia tidak marah walau jelas-jelas
saya tadi menatap tubuhnya.
Saya pun segera menyerahkan Tabah ke neneknya. Yuniar pun segera
memangku Tabah dan mengoyangkan ke atas dan ke bawah, kemudian dia
berbali membelakangi saya. Seketika saya bisa melihat pantat montok
Yuniar yang dibalik daster tipisnya yang warna hijau tengbungkus celana
dalam warna hitam. Yuniar pun tampak duduk di sofa menghadap saya,
karena di sofa satunya tampak karim sedang tidur. Dia pun kembali
memergoki saya sedang memperhatikan dadanya. Kali ini saya segera
kembali masuk ke dalam kamar.
Tampak Ifah sudah selesai sholat dan segera mendatangi saya.
Ifah:”Mana si dedek aa, tadi kedengaran nangis?
Saya:”Udah sama ibu” ucap saya.
Ifah:”Oh, aa gak sholat shubuh dulu”
Saya:”Eh, masih ngantuk aa, mau tidur lagi” ucap saya.
Ifah:”dasar, ya udah sana tidur lagi aza” ucap Ifah sambil keluar dari kamar.
Saya pun kembali ke tempat tidur, sempat beberaoa saat terbayang Yuniar
yang tadi tidak memakai bh di balik dasternya sampai saya puin tertidur
kembali.
Saya pun terbangun sekitar setengah tujuh, tampak si Tabah sudah ada
lagi di tempat semula dan masih tertidur, saya merasa kasihan dengan dia
karena diabaikan oleh bapaknya. Saya pun segera mengambil handuk dan
segera keluar kamar.Tampak Pak karim masih molor dan sedikit terdengar
dengkuran halus.
Saya pun segera saja menuju ke dapur. Tampak Ifah sedang menggoreng ikan.
Ifah pun segera menyadari kedatangan saya.
Ifah:”Ada ibu di dalam a, lagi mandi, aa tunggu saja dulu” ucapnya.
Saya pun tak menjawab segera duduk di kursi makan. Dapurnya cukup luas
meski masih semi permanen. Sebagian temboknya masih batu bata yang belum
dilapis tapi cukup luas. Sementara peralatan dapur cukup lengkap dari
mulai komporgas dan alat-alat masak lainnya. Kulkas pun ada meski
terlihat sudah lusuh mungkin sudah cukup lama.
Tak lama Yuniar keluar dari kamar mandi hanya berbalut handuk warna
putih. Rambutnya tampak basah. Handuknya mungkin lima belas centi di
atas lutut dan di gulung di bagian dadanya sehingga sebagian dadanya
menyembul dan saya pun segera memelototi dia. Yuniar saya yakin
menyadari saya sedang memelotoi dia tapi dia kali ini santai tak
menutupi bagian terlarang yang seharusnya tak dilihat oleh yang bukan
muhrimnya.
Yuniar:”aa mau mandi, ayo, mamah udah selesai” ucapnya karena melihat saya menenteng handuk.
Ifah:”Ia si aa mau mandi mah, tapi dia gak punya baju ganti”
Yuniar:”Ia, gak mungkin pakai baju bapak kamu juga, badan si aa kan gede” ucap Yuniar.
Ifah:”Ya terpaksa walau bau pakai baju itu lagi”
Yuniar:”Nanti pas pulang ke sini mampir ke rumahnya dulu a, bawa
pakaian-pakaian aa dan segala keperluan lainnya” ucap Yuniar yang masih
berdiri di depan saya tanpa rishi saya sedang memandangi tubuh
montoknya.
Saya:”Sudah pasti itu mah” ucap saya.
Ifah:”Ya udah, mandi jangan melototin teteknya mamah aku terus hihi” ucap Ifah yang tentu saja membuat mukaku memerah.
Sementara Yuniar hanya tersenyum dan segera keluar dari dapur.
Saya pun segera menuju kamar mandi yang disebagian dindingnya masih
terbuat dari kayu dan triplek. Saya pun segera masuk ke dalam kamar
mandi. Meski luarnya biasa saja, kamar mandinya terhitung luas juga
dengan bak mandi berukuran besar. Saya pun segera mengunci kamar mandi
dan mengantung pakaian say di paku di belakang pintu. Lalu pandangan
saya tertuju pada tempat baju kotor yang terbuat dari plastic, entah
namanya apa, mirip baskom berukuran besar. Tampak baju daster warna
hijau milik Yuniar dan ada dua potong pakaian dalam berwarna hitam yang
pasti milik dia karena tidak ada lagi pakaian lainnya dan tampaknya
belum di cuci dan saya juga tidak melihat adanya mesin cuci.
Entah kenapa kontol saya langsung berdiri. Saya pun segera menggambil
celana dalam hitam dari baskom cucian kotor tersebut. Ukurannya sangat
besar ya sesuai body Yuniar yang besar sama seperti anaknya. Saya pun
memperhatikan tampak ada noda di bagian tengah cd tersebut. Sebentar
saya endus, mungkin itu cairan memek Yuniar ketika dia bercinta dengan
suaminya.
Saya pun mulai mengocok kontol saya dengan membalutkan cd Yuniar ke
kontol saya. Karena waktu dan kondisi saya pun mengocok dengan cepat
agar segera keluar sambil membayangkan tubuh montok Yuniar. Tak lama
sprema saya pun keluar meski tak banyak membasahi cdnya Yuniar. Segera
cd tersebut saya taruh kembali ke bak cucian dan kemudian sayap pun
mandi.
Saat keluar dari kamar mandi tak lagi saya dapati Ifah di dalam dapur. Saya pun segera masuk ke dalam kamar.
Tampak Ifah sedang menyusui anaknya si Tabah di atas kasur.
Ifah:”Eh aa udah mandi, udah wangi, sayang bajunya bau hihi” ucapnya.
Saya pun segera duduk di tepi ranjang sambil memperhatikan anak ifah yang sedang menetek ke ibunya.
Ifah:”Pak karim gak aa bangunin?
Saya:”Ia, lupa, aa bangunin dulu” ucap saya sambil segera keluar kamar.
Saat keluar kamar saya berpapasan dengan Yuniar yang sedang membawa
ember berisi pakaian kotor. Yuniar tampak sudah rapi, memakai baju gamis
warna biru tua yang cukup lebar dan hijab warna putih.
Saya:”Nyuci bu”
Yuniar:”Eh, ia aa, mau nyuci dulu, eh bangunin kang karim aa”
Saya:”Ia, ini juga mau bangunin, kebluk banget hehe” ucap saya.
Yuniar pun berlalu dari hadapan saya. Meski baju gamisnya cukup lebar
tak mampun menyembunyikan pantat besarnya yang bergoyang-goyang ketika
dia berjalan. Setelah Yuniar tidak terlihat lagi saya pun segera
membangunkan pak karim.
Saya:”Pak, bangun, udah jam 7 lebih ini”
Pak Karim pun membuka matanya dan segera duduk di sofa.
Pak karim:”Oh, ngantuk banget saya pak, aduh tadi malam dari dua kamar
sekaligus saya dengar auh..uh..ah..uh hehe” ucap Pak Karim.
Saya:”Bisa saja bapak, kita berangkat jam berapa pak?
Karim:”Habis sarapan kita langsung berangkat saja Pak, saya mau mandi dulu”
Saya:”Tapi di kamar mandi kayaknya aza Bu Yuniar”
Karim:”Lagi mandi?
Saya:”Lagi nyuci, tadi bawa ember cucian”
Karim:”Oh, nyucinya paling di belakang, di luar, kan ada sumur”
Saya:”Oh, ya udah kalau gitu bapak mandi saja saya ambil handuk dulu” ucap saya.
Saya pun kembali ke kamar dan kembali membawa handuk dan saya berikan ke
Pak karim. Pak karim pun segera mandi sedang saya duduk sendiri bengong
di sofa. Tak lama Ifah keluar sendirian. Dia sudah mengganti bajunya
memakai jilbab putih dan baju gamis lebar warna abu-abu.
Ifah:”Aa, Ifah antar cucian kotor dulu ya, abis itu kita sarapan, aa tunggu di dapur saja nanti sama pak karim” ucapnya
Saya pun menganggukan kepala saja sambil menunggu Pak karim. Ifah pun segera berlalu sambil tanganya membawa pakaian kotor.
Setelah Pak karim selesai mandi saya pun memberi tahu agar kita menunggu
di meja makan. Saya pun sudah menunggu di meja makan bersama Pak Karim.
Tak lama muncul ifah dan ibunya Yuniar.
Mereka pun segera menyiapkan sarapan buat kami. Setelah siap mereka pun duduk di berhadap-hadapan dengan kami.
Saya:”Bapak ke mana bu? Tanya saya kepada Yuniar.
Yuniar:”Oh, bapak udah berangkat pagi-pagi ke sawah”
Ifah:”Kapan-kapan kita sawah aa, lihat-lihat ke sana, cari udara segar”
Saya:”Oh, boleh, hari Sabtu kita ke sana”
Yuniar:”Kapa aa balik ke bandung? Tanya Yuniar.
Saya:”Hari selasa depan bu”
Yuniar:”Panggil mamah saja, sama seperti Ifah”
Saya hanya menganggukan kepala saja.
Yuniar:”ya udah ayo sarapan, nanti kalian telat”
Akhirnya kami pun segera sarapan.
Tak memakan waktu lama kami pun sudah selesai sarapan.
Karim:”Pak, saya panasin mobil dulu ya”
Saya:”Oh ia, kunci masih sama bapak kan?
Karim:”Ia, aku tinggal duluan ya, Neng, Yun”
Yuniar:”Oh ia kang, manga”
Pak karim pun segera meninggalkan kami bertiga.
Ifah:”Aa mau berangkat jam berapa?
Saya:”Mungkin sebentar lagi neng” ucap saya.
Yuniar:”Jangan lupa, pas nanti sore ambil dulu baju-bajunya a, sama semua yang kira-kira diperlukan”
Saya:”Sudah pasti mah”
Ifah:”Nanti gak pulang dulu? Aa langsung ngantor pakai baju ini?
Saya:”Ya pasti pulang ke rumah sebentar ganti baju”
Ifah:”Eh a tahu gak?
Saya:”Tahu apa, kalau gak dikasih tahu ya gak tahu hehe”
Ifah tampak melihat ibunya sejenak lalu kembali berbicara kepada saya.
Ifah:”Ada yang coli pakai cangcutnya mamah yang warna item hihi” ucap Ifah diakhiri ketawa cekikian.
Yuniar:”Ih neng, udah ah, jangan ditangepin a” ucap Yuniar.
Wajah saya tentu sudah memerah seperti kepiting rebus.
Ifah:”Biar aza mah ih, tersangkanya Cuma aa, kan bapak gak mungkin
lagian udh berangkat pagi-pagi, terus pak karim belum ada ke kamar mandi
sehabis mamah aku mandi, pak karim masih tidur”
Saya pun terdiam lidah say kelu tak bisa bicara.
Yuniar:”Udah ah neng, belum tentu juga si AA”
Ifah:”Ya siapa lagi mah” ucap Ifah
Saya pun sudah hampir mau mengaku saja.
Yuniar:”Udah gpp, kalau pun ia, mamah juga gpp hihi, udah mamah cuci sekarang” ucap Yuniar santai.
Ifah:”Hehe, santai a, Ifah bercanda saja” ucapnya.
Yuniar:”Ya udah nanti telat a, siap-siap” ucap Yuniar.
Saya:”Ya udah saya permisi mah”
Saya pun segera keluar dari dapur diikuti oleh Ifah.
Terdengar suara mobil yang masih dipanasin oleh Karim.
Saya:”Neng bikin malu aza”
Ifah:”Hehe, Cuma ngetes aza hehe, aa marah maaf ya hihi” ucap Ifah saat kami sudah duduk di sofa.
Saya:”Aa malu banget”
Ifah:”Hehe, udah gak usah di bahas, tuch pak karim sudah kasih kode”
Saya memang lihat Pak karim melambaikan tangannya.
Saya pun segera keluar di ikuti Ifah. Ifah pun mencium telapak tangan saya dan saya pun pamit.
Saya pun segera naik ke atas mobil di samping Pak karim.
Karim:”Neng, bapak berangkat dulu ya, sampai jumpla lagi, kalau sama aa nya kan nanti malam jumpa lagi hehe” ucap Pak Karim.
Akhirnya kami pun segera berangkat menuju ke Jakarta.
Sampai di Jakarta, kami pun mampir terlebih dahulu ke rumah Pak karim.
Setelah Pak karim turun saya pun melanjutkan perjalanan ke rumah
kontrakan saya.
Saya pun ganti baju dan menyiapkan baju buat di bawa ke rumah ifah
termasuk charger hp dan lain-lain yang kira-kira saya perlukan. Segera
semua saya masukan mobil agar gak perlu lagi balik ke rumah dulu setelah
pulang kantor. Setelah semua beres saya pun segera pergi ke kantor.
Saya pun memilih tidak istirahat siang agar bisa pulang lebih awal. Jam 4
saya pun segera meninggalkan kantor sebelumnya saya video call dulu
dengan istri saya Dewi dan anak-anak agar mereka tidak telpon nanti
malam takutnya ketahuan saat saya di rumah Ifah.
Saya pun segera meninggalkan kantor tapi tidak langsung pergi ke rumah
Ifah. Saya pun pergi membeli ranjang bayi buat anak ifah yang sekarang
sudah menjadi anak saya. Saya pun membelikan kalung buat ifah, tadinya
mau beli cincin dan gelang juga tapi takutnya tidak muat, tak lupa saya
beli kalung juga bu Yuniar untuk mengambil hati dia dan tak lupa saya
belikan sarung yang paling mahal juga pecinya buat Pak hadi . Selain itu
saya pun membeli semua kebutuhan pokok seperti beras, mie, minyak
goring dll sehingga mobil saya menjadi penuh biar kursi belakang sudah
di lipat, karena ada ranjang bayi sebagian bawaan harus di taruh di
kursi tengah.
Setelah itu saya pun segera melaju dengan kencang menuju ke rumah Ifah.
Lebih kurang satu jam saya pun sampai di gerbang Desa. Kondisi sudah
gelap karena sudah hampir jam 6 sore. Cukup lama saya berbelanja.
Tak lama saya pun sampai di halaman rumah mertua saya. Saya pun segera
memarkir mobil. Halamannya sangat luas dan rumahnya tepat di tepi jalan
hanya bangunannya terlihat sudah lusuh.
Tampak di dalam sudah terang benderang tapi saya tidak bisa melihat ke dalam karena tertutup kain gorden.
Saya pun segera mengeluarkan barang bawaan saya dan saya taruh di teras. Pintu belum ada di buka, mungkin mereka sedang sholat.
Saya pun segera mengetuk pintu beberapa kali dan tak ada jawaban. Saya
pun duduk di kursi yang ada di teras rumah. Tak lama pintu pun dibuka
dan yang keluar justru Yuniar yang masih mengenakan mukenanya yang kali
ini berwarna putih.
Yuniar:”Eh aa, kenapa gak langsung masuk saja? Koq malah duduk?
Saya:”Hehe gak enak mah”
Yuniar:”Bawaanya banyka banget a, Ifah kayaknya masih sholat, bapak lagi
mandi, biar nanti saja diangkutnya nunggu bapak” ucap Yuniar masih
berdiri di tengah pintu.
Saya:”Gak apa, langsung saya masukan saja mah”
Yuniar:”Ya udah, mamah bantuin bawa yang ringan” ucap ifah sambil berjalan menuju barang bawaan saya.
Tampak kilatan lampu menyorot ke mukena Yuniar. Sekilas saya dapat
melihat Yuniar kembali hanya mengenakan pakaian dalam di balik
mukenanya.
Sepertinya keduanya berwana pink.
Yuniar pun jongkok dan mengambil dua jerigen minyak goreng. Saat jongkok
cd nya pun benar-benar nyeplak dibalik mukenanya. Sehingga saya pun
hanya bengong dan baru sadar saat Yuniar sudah masuk ke dalam rumah
membawa 2 jerigen minyak goring. Saya pun segera mengambil ranjang bayi
dan memasukan ke dalam rumah.
Tak lama Pak Hadi pun datang hanya memakai handuk. Dia pun segera
membantu lalu ifah tak lama keluar sambil menggendong anaknya , dia
memakai baju gamis warna putih dan jilbab hitam. Segera dia juga ikut
membantu anaknya di taruh langsung di ranjang bayi dan. Semua barang
bawaan saya pun sudah ada dalam rumah.
Hadi:”Banyak banget barang bawaannya a?
Saya:”Hehe ia Pak” jawab saya pendek.
Hadi:”saya tinggal dulu pak, mau sholat dulu”
Yuniar:”Mamah tinggal juga ya, mau ganti baju dulu” ucap Yuniar. Keduanya pun segera masuk ke dalam kamar.
Saya dan Ifah pun duduk di atas sofa.
Ifah:”aa kenapa belanja sebanyak ini, kan sesuai perjanjian kalau untuk makan kan kami yang nanggung aa terima beres”
Saya:”Memang kenapa kalau aa beliin sembako, kan udah aa bilang aa serius sama ifah” ucap saya dengan muka serius.
Ifah pun terdiam beberapa saat.
Ifah:”aa serius, aa kan punya istri?
Saya:”Ia, tapi aa belum tahu caranya agar dewi nanti mau nerima kalau aa
punya istri lagi, jadi kita diam-diam saja, atau Ifah tidak mau, kita
Cuma nikah kontrak saja?
Ifah:”Ya mau a,Ifah seneng banget kalau betulan, Ifah juga ingin punya kehidupan normal kayak dulu”
Saya:”Ya udah jalanin saja dulu” ucap saya.
Ifah hanya mengangukan kepalanya saja.
Saya dan Ifah pun mengangkut semua sembako ke dapur sedang kan tas dan
koper pakaian saya segera saya masukkan ke kamar kami. Ranjang bayi buat
tabah pun segera kami masukan ke dalam kamar dan si Tabah yang ada di
dalamnya pun ternyata tertidur, mungkin dia merasa nyaman.
Ifah:”aa mandi dulu saja ya, biar ifah siapkan makan malam” ucapnya.
Saya pun setuju dan segera saya pun mandi.
Setelah mandi kami pun segera makan malam bersama termasuk si tabah yang disuapin ifah makanan bayi.
Selesai makan kami berkumpul di ruang tengah yang sepertinya ruang
keluarga yang letaknya tepa di belakang kamar kami, ada sebuah tv
berukuran 32 inch. Sambil lesehan di karpet kami pun berkumpul dan
nonton tv. Ifah pun membuatkan teh buat saya dan ayahnya.
Yuniar yang kini sudah mengangti bajunya dengan baju gamis lebar warna hijau tua pun membuka obrolan.
Yuniar:”aa meni repot-repot beliin sembako segala?
Ifah:”aku juga udah bilangin gitu koq, kan kalau soal makan doang udah tanggungan kita”
Saya:”Ya gpp juga kali, toh aa sudah jadi bagian di rumah ini kan”
Hadi:”Ia, gpp mah, bagus, daripada 2 mantu terdahulu” ucap Pak Hadi, Cuma menyebut 2 tentu tidak memasukan Hakim di dalamnya.
Yuniar:”Ya udah neng, bawa si aa ke kamar, kasihan mau istirahat” ucap Yuniar pengertian.
Ifah:”Ya udah a, ayo, Tabah aza ini udah bobo lagi” ucap Yuniar sambil menunjukan anaknya yang sudah tertidur.
Saya:”Belum ngantuk juga sich aa, tapi ayo” ucap saya menyetujui karena
berencana memberikan hadiah buat ifah yang sudah saya beli tadi sore.
Saya dan Ifah pun pamit kepada kedua orang tuanya dan segera masuk ke dalam kamar kami.
Ifah segera menaruh si Tabah di ranjang bayi yang berukuran cukup besar
yang saya beli, lengkap dengan gantungan mainan di atasnya.
Ifah pun segera duduk di tepi ranjang dan saya pun duduk di sampingnya.
Ifah:”Ifah belum sempat masukan baju-baju aa ke lemari” ucapnya
Saya:”Gpp, bisa besok kan”
Ifah:”Ia, aa mau main sekarang kah? Tanya Ifah.
Saya:”Bentar, aa punya hadiah buat Ifah” ucap saya sambil mengambil tas
jinjing saya dan mengambil dua buah kotak berwarna merah.
Ifah:”Apa itu a?
Saya tidak menjawab tapi segera bergerak ke belakang Ifah dan
mengeluarkan kalung dengan liontin bergambar hati dengan tulisan I love
you dari dalam salah satu kotak dan segera saya pasangkan di leher Ifah.
Ifah:”aa beliin kalung buat Ifah? Ucapnya sambil menoleh ke belakang.
Saya:”Ia, gimana kamu suka neng?
Ifah:”Koq aa baik banget, ia Ifah suka bagus banget, pasti mahal”
Saya:”Gak juga, syukur kalau kamu suka” ucap saya sambil duduk di samping Ifah kembali.
Ifah:”Koq dua itu apa isinya?
Saya:”Sama, kalung juga, buat mamah kamu, eh aa juga belikan sarung dan
peci buat bapak kamu” ucap saya sambil mengeluarkan sarung dan peci yang
tadi saya beli buat Pak Hadi.
Ifah:”AA baik banget sich, aa gak rugi apa?
Saya:”Kenapa rugi, kan sekarang kalian keluarga aa juga, lagian kenapa
rugi, aa dapat Ifah yang semok, montok hehe” ucap saya sambil mengecup
bibirnya Ifah.
Ifah:”Bisa aza, pasti mamah sama bapak seneng ini, aa kasihkan sekarang ya” ucap Ifah.
Saya:”Neng aza ya yang kasihkan”
Ifah:”Ih, bagusan langsung aa, ya udah ayo neng yang kasihkan tapi sama aa” ucap Ifah sambil menarik tangan saya.
Aya pun ikut keluar bersama Ifah dan tampak Yuniar masih duduk nonton tv dan tak tampak Pak Hadi, entah dia kemana.
Ifah dan saya pun kembali duduk di dekat Yuniar.
Yuniar tampak heran melihat kami keluar lagi.
Yuniar:”Eh, kenapa neng, kalian malah keluar lagi, bukannya pada silih patok di kasur hihi” ucap Yuniar.
Ifah:”bapak mana mah? Ucap Ifah tanpa menjawab pertanyaan ibunya terlebih dahulu.
Yuniar:”Bapak di toilet neng, tuch udah balik” ucap Yuniar dan memang
tampak Pak Hadi keluar dari dapur dan segera mendatangi kami.
Hadi pun segera duduk di samping istrinya.
Hadi:”Koq malah pada balik nonto tv lagi neng? Tanya Pak Hadi hampir sama dengan pertanyaan Ifah.
Yuniar:”Ia, mamah juga nanya gitu, lain saling tindih di kasur malah
balik ke sini lagi” ucap Yuniar menyerempet ke hal yang vulgar.
Ifah:”Ini, mah, gak lihat Ifah pakai apa? Ucap ifah sambil menujukan
kalung yang tadi saya belikan yang terpasang di luar jilbab dan baju
gamisnya.
Yuniar:”Bagus banget,pasti mahal, dibeliin si aa neng?
Ifah:”Ia mah, bagus kan? Ucap Ifah dengan nada senang
Yuniar:”Ia bagus banget” ucap Yuniar ikut senang.
Ifah:”mamah juga dibeliin lho” ucap Ifah.
Yuniar:”Masa, mana?
Saya pun memberikan kotak kalung satu lagi yang dari tadi masih saya pegang kepada Ifah.
Ifah:”Kasihkan ke mamah aza langsung a” ucap Ifah.
Saya:”Neng kasihkan ke bapak, biar bapak yang pasangkan” ucap saya.
Ifah tidak menjawab dan juga belum mengambil kotak kalung yang saya berikan.
Ifah:”Kalau bapak ini dibelikan sarung dan kopiah” ucapnya sambil
mengambil sarung dan peci yang saya belikan buat Pak hadi dari tangan
saya dan memberikan kepada bapaknya.
Pak Hadi pun segera menerimanya dan wajahnya nampak senang.
Hadi:”Makasih nak Dendi, pakai repot-repot segala”
Saya:”Gak koq Pak” ucap saya pendek.
Yuniar:”Mana kalung buat mamah”
Saya:”Ini mah, neng ini” ucap saya sambil memberikan ke Ifah lagi.
Ifah:”Udah, aa pasangkan langsung saja ke mamah” ucap Ifah.
Saya:”Bapak saja dech” ucap saya merasa tidak enak dan memberikan ke Pak Hadi.
Hadi:”Udah pasangkan langsung saja ke ibu nak” ucap Pak Hadi.
Saya:”Ini mah”
Yuniar:”Udah, aa pasangkan langsung aza ke leher mamah”
Ifah:”Ia, pakai malu-malu segala” ucap Ifah.
Yuniar:”Ia, sini a, pasangkan ke leher mamah, gak usah malu, kalau aa
masangkan kutang ke susu mamah baru malu hihi” ucap Yuniar vulgar
menggoda saya di depan suaminya.
Saya masih saja tertegun karena gak enak dengan Pak Hadi masa saya belikan kalung buat istrinya dan saya yang masang sendiri.
Yuniar:”Ayo, gak usah merasa gak enak sama bapak, si bapak juga tadi
nyuruh aa masangkan langsung , pakai malu-malu segala, coli pakai
cangcut mamah aza aa gak malu hihi, ini Cuma masangkan kalung” ucap
Yuniar yang membuat saya seperti disambar gledek.
Ifah:”Ayo, maju” ucap Ifah sambil menepuk pundak saya
Saya pun yakin wajah saya bersemu merah, tapi saya lihat Pak hadi
tenang-tenang saja malah asyik mencoba pecinya dan memmbuka plastic
sarung yang saya belikan padahal saya yakin dia dengar ucapan istrinya
barusan.
Saya pun beranjak perlahan ke belakang Yuniar. Saya liha kali ini Pak hadi memperhatikan saya. Saya pun
Sedikit salah tingkah dibuatnya.
Sayapun segera mengeluarkan kalung dari kotaknya. Saya pun segera memasangkannya di leher Yuniar.
Kalung Yuniar pun berghias liontin tapi berbentuk huruf Y. Tentu saya
tidak mungkin memilih bentu hati dengan tulisan I love you juga.
Saya pun segera duduk di samping istri saya lagi di mana kami berhadap-hadapan dengan Yuniar dan Pak hadi.
Yuniar:”Bagus banget aa, makasih ya, mamah gak nyangka aa baik banget,
kirain si neng aza yang dibeliin, mamah segala dibeliin, lihat pah,
bagus banget, pasti mahal harganya” ucap Yuniar kali ini dia terlihat
begitu senang.
Pak Hadi:”Ia, bagus banget mah, kamu kelihatan makin cantik hehe” ucap Pak Hadi.
Yuniar:”makasih ya a”
Saya :”Ia, bsyukur kalau mamah suka” ucap saya sedikit menunduk karena malu dengan Pak Hadi.
Yuniar:”Neng, kayaknya mamah harus ngasih hadiah si aa, udah baik banget sama ibu mertua”
Ifah:”Ia, tapi kira-kira apa ya mah, coba tanya bapak”
Yuniar:”Si aa kasih hadiah apa ya Pah?
Hadi:”Terserah mamah dech” ucap Pak hadi.
Saya:”Ah, pakai di kasih hadiah segala mah” ucap saya sambil menatap Yuniar sebentar.
Ifah:”Gpp kali a” ucap Ifah.
Yuniar:”Apa ya neng, mamah sich gak punya apa-apa?
Ifah:”Tapi punya cangcut kan mah, buat si aa kalau mau coli lagi pakai
cangcut mamah” ucap Ifah tanpa tedeng aling-aling padahal ada Pak hadi.
Saya pun sempat melirik pak Hadi tapi dia malah asyik mencet-mencet
remote tv.
Yuniar:”Hehe si neng, masa di kasih cangcut, apa dikasih isinya aza ya
hihi” ucap Yuniar yang membuat saya panas dingin saya menjadi bingung
kenapa mereka begitu santai bicara begitu padahal ada pak Hadi.
Ifah:”hehe, gimana mamah aza dech” ucap Ifah.
Yuniar:”Udah ah sana, bawa si aa kamar, kasihan besok kan kerja” ucap Yuniar.
Ifah:”Ayo a, kita ngamar aza hihi” ucap Yuniar nakal dan segera berdiri lalu berjalan meninggalkan saya.
Saya pun segera mengikutinya.
Sampai di kamar dan setelah mengunci pintu kami pun segera naik ke atas ranjang.
Saya:”Neng, koq kamu dan mamah kamu ngomongnya gitu, kana a malu sama bapak kamu, untung dia gak ngamuk”
Ifah:”hihi, ia maaf, kita Cuma candain aa”
Saya:”Tapi gak gitu juga candanya, aa memang udah salah, tapi koq kayak gitu kalian” ucap saya dan memang sedikit kesal.
Ifah:”Nggak koq, gak seperti pikiran aa, mamah aku Cuma nyandain aa, gak
marah koq, masa sich gak bisa ngerasain, bapak aku aza kan diem aza”
Saya:”Mungkin dianggapnya bercanda”
Ifah:”Ya, kalau gitu santai aza a, bapak kan ngangapnya bercandi hihi”
Saya:”Tau dech bingung”
Ifah:”Dari pada bingung kita ml aza a hehe”
Saya tak menjawab tapi segera menindih Ifah. Kami pun kemudian berciuman.
Saya pun segera melucuti pakaian Ifah hingga tersisa jilbab dan pakaian
dalam saja, begitu juga sebalikanya Ifah pun melucuti pakaian saya
hingga tersisa celana dalam saya.
Kini saya sudah dalam posisi terlentang. Ifah sudah berada di antara
selangkangan saya. Mulutnya sudah mulai menjilati kontol saya.
Slruuuup…slruuup…slruuuup…
Ifah pun mulai menghisap kontol saya. Semakin lama kontol saya pun semakin membesar dan keras.
Ifah kemudian menjilati juga buah zakar saya.
Ifah:”Ini kanjut nakal suami aku, pakai coli di cangcut mamah aku, udah besar dan keras hihi” ucapnya.
Ifah kembali memasukan kontol saya di mulutnya. Sluuuurruuup…slruuup…slruuuuup…
Diisap dan diciuminya kontol saya yang semakin mengeras.
Melihat kontol saya yang semakin mengeras Ifah pun berdiri lalu berjalan dengan melangkahi badan saya.
Ifah:”A, jilatin memek Ifah” ucap Ifah dan segera berjongkok di depan wajah saya.
Tangan saya pun segera menyibkan cangcut Ifah ke sebelah kiri, begitu
bibir memeknya terlihat saya pun segera menjulurkan lidah saya menyapu
bibir memeknya Ifah.
Ifah:”aaah, enak banget a, uuuuh aa jago banget jilatin memek a,
lidahnya masuk dalem banget ke memek neng aaaaaah” ucap Ifah sambil
pantatnya yang besar bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan.
Saya:”Jangan keras-keras neng, malu sama bapak dan ibu” ucap saya mengingatkan Ifah yang merintih dengan suara keras.
Ifah:”Biarin a, biar bapak cepat terangsang” ucapnya. Saya tidak
mengerti apa maksudnya. Lidah saya pun sudah kembali mengorek-ngorek
memeknya Ifah.
Ifah:”aaa, enak uuugh, memek neng udah banjir aza aaagh” ucapnya.
Lidah saya pun mampir di itil Ifah yang berukuran cukup besar. Saya
jilati benda yang menyerupai kacang tersebut. Ifah pun semakin
merapatkan kedua paha gempalnya di kepala saya.
Ifah:”Aaagh ah enak banget, jilatin terus itil Ipah aaaaagh” ucap Ifah dengan suara yang cukup kencang.
Akibatnya si Tabah pun terbangun dan menangis.
Terdengar suara Yuniar dari luar, sepertinya dari ruang tamu bukan dari ruang tengah.
Yuniar:”neng, jangan terlalu keras atuh” ucap Yuniar.
Ifah:”ia mah, maaf” ucap Ifah sambil berdiri dan langsung turun dari ranjang dan mengambil anaknya yang menangis.
Ifah:”aa, neng nyusuin si dedek dulu ya” ucap Ifah sambil memangku tabah dan kemudian duduk di tepi ranjang.
Saya:”Di atas aza neng nyusuinnya” ucap saya.
Ifah yang baru mau mengeluarkan susunya dari balik bh pun mengurungkannya dan segera naik ke atas ranjang.
Ifah pun segera selonjoran.
Ifah:”aa, bantu copotin kait kutang neng dong” pintanya. Segera saya pun
bergerak ke belakang Ifah dan melepaskan kait branya. Saya pun segera
membantu Ifah melepas behanya.
Ifah pun segera saja menyusui si tabah.
Sementara saya duduk di sampingnya. Saya pun tak mau menunggu lama.
Segera saya lebarkan kedua kaki Ifah. Ifah pun paham dia segera merubah
posisi duduknya menjadi mengangkang sambil tetap memangku dan menyusui
anaknya.
Ifah:”Dilepas aza cangcutnya neng a” ucapnya.
Saya pun segera menarik cangcut Ifah yang berwarna putih polkadod dengan bulatan-bulatan kecil berwarna biru.
Kini memek Ifah pun terbuka lebar. Saya pun segera tengkurap dengan kepala menghadap memeknya Ifah.
Dua jari saya segera saya colokan ke memeknya Ifah.
Ifah:”aaah enak Aaaa” Erang Ifah.
Saya pun menarik jari saya dan kemudian saymbuka bibir memek Ifah
lebar-lebar menggunakan kedua tangan hingga klitorisnya yang menonjol
terlihat jelas. Saya pun menjulurkan lidah saya dan menjilati benda
mirip kacang tersebut.
Ifah:”aagh enak banget iiih, dedek, mamah nyusuin dedek sambil itil
mamah dijilatin ini aaagah enak banget” ucap Ifah sambil merintih.
Pantatnya sedikit bergoyang maju mundur.
Ifah:”Aaah ampun aa, masukin lagi lidahnya ke memek Ifah aaaagh, gak kuat dijilat itil mah”
Tapi saya tak memperdulikannya, sambil menjilati itil Ifah dua jari saya
kembali saya masukan ke dalam memek Ifah yang semakin basah.
Ifah:”Aaaagh ampun gak kuat aaaa” Ifah tiba-tiba mendekap kepala saya
dan memeknya pun berkedut beberapa kali. Tubuhnya sepertnyinya
mengejang.
Saya terasa disemprot cairan dan jatuh pula ke atas kasur membuat seprai menjadi basah.
Saya pun segera duduk dan melihat Ifah yang tampak memejamkanya matanya
sambil tetap menyusui si Tabah yang juga terlihat tenang.
Ifah lalu membuka matanya dan berkata;
Ifah:”Aduh aa, Ifah lagi nyusui malah dijilatin memek Ifah, ampe banjir ini, jadi basah kan seprai”
Saya:”Tapi enak kan sayang”
Ifah:”Hehe, enak sayang, mau dimasukin sekarang apa nunggu aku selenyai nyusuin?
Saya tak menjawab tapi segera mendekat ke Ifah yang masih mengangkang
dan saya pun segera menempatkan kontol saya di bibir memeknya ifah.
Ifah:”Aaaagh dedek, mamah mau diewe si aa sekarang, sambil nyusuin kamu” ucap Ifah. Tentu saja anaknya belum mengerti.
Saya pun mulai mendorong kontol saya memasuki memeknya Ifah yang sudah banjir.
Ifah:”Aaagh, masuk kontolnya aa, dedek, mamah diperkosa si aa ini, padahal lagi nyusuin kamu uuugh”
Saya pun segera memegang kedua paha Ifah dan mulai menggenjot memeknya.
Saya lakukan sedikit perlahan agar tak mengganggu si Tabah dan badan
saya tidak menghantam si Tabah juga.
Ploook…ploook…plooook genjotan saya memang pelan tapi ranjang tetap
berderit karena memang rangkanya dari besi dan ada beberapa sambungan
serta bawahnya untuk menyangga kasur terdiri dari papan yang tersusun
rapi mirip papan warung jadi tidak hanya satu papan.
Ifah:”Uuugh…gggguhhhhh…aaaaaah enak banget ewean jero a uugh”
Saya:”Aaagh kencengin boleh sayang?
Ifah:”Ia a, entot memek eneng yang kenceng aaaagh”
Saya pun mulai mempercepat sodokan saya ke memeknya Ifah.
Plook…plooook…plooook
Ifah:”Uugh..ampun enak banget aaaagh” teriak Ifah cukup kencang.
Sementara di luar tak terdengar lagi suara televise tapi saya mulai
mendengar suara berisik dari kamar Yuniar, mungkin dia pun mulai
bergulat dengan suaminya.
Membayangkan itu nafsu saya pun semakin membesar. Saya pun segera menghajar memeknya Ifah lebih kencang lagi.
Plook..plooook…plooook…
Hantaman paha saya ke pantat Ifah makin terdengar nyaring.
Ifah:”aaaagh enak banget uugh kontoool uuughh”
Tiba-tiba si tabah yang tampak masih menyusu dan dari tadi matanya
terpejam menangis karena terdorong oleh sodokan saya ke memek ibunya
yang membuat badan ibunya terdorong.
Ifah:”aaaaaw…stoop dulu ngewenya sayang aaagh”
Saya pun segera menghentikan sodokan saya. Suara berisik di kamar
sebelah juga berhenti tapi terdengar suara pintu dibuka sepertinya dari
kamar sebelah dan kembali terdengar suara Yuniar.
Yuniar:”Neng, si dedeknya kamu susuin dulu, itu nangis lagi, kalau udah baru lanjutin lagi ngeweknya” teriak Yuniar dari luar.
Ifah:”Ia mah, ini juga lagi Ifah susuin koq dari tadi, tapi si aa gak
sabar, jadi be Ifah diewe sambil nyusuin si dedek” ucap Ifa tak kalah
vulgar dari ibunya. Omongan mereka membuat saya makin terangsang.
Yuniar:”Ya selesaikan dulu nyusuinnya, nanti dilanjut lagi” ucap teriak Yuniar lagi.
Ifah tak menjawab tapi segera mendorong badan saya. Saya pun terpaksa mencabut kontol saya yang lagi tegangan tinggi.
Ifah:”Bentar ya aa, biar si dedeknya lelap tidur dulu” ucapnya sambil duduk di tepi ranjang.
Saya pun memilih rebahan sambil menunggu Ifah selesai menyusui anaknya.
Tangan ifah pun segera menggenggam kontol saya dan mulai mengocoknya
menjaga agar nafsu saya tidak turun.
Ifah:”Bentar ya sayang atau kamu ngintip mamah aku dulu sana, palingan
mereka juga lagi mau ngewe atau mungkin sedang ngewe hihi”
Saya:”Oh ia”
Saya pun segera turun dari ranjang dan setengah berlari menuju ke dekat
lemari plastic. Saya pun segera melipat kertas yang menempel di dinding.
Segera saya menempelkan mata saya di sana. Saya cukup terkejut karena
sekarang posisi ranjang Yuniar sudah berubah dan sekarang posisi kepala
ranjangnya menempel sejajar dengan dinding tempat saya mengintip dan
posisinya vertical. Serta yang membuat saya makin senang kali ini mereka
sama sekali tidak mematikan lampu utama.
Terlihat juga Yuniar yang sudah nyaris telanjang bulat hanya masih
memakai celana dalam berwarna pink dan rambut sudah acak-acakan sedang
bersiap memasukan kontol suaminya.
Tampak ukuran kontol Pak Hadi menurut saya tidak jauh berbeda dengan
punya saya hanya sepertinya tidak sepanjang saya punya. Saya pun menjadi
berdebar-debar sambil mengocok kontol saya.
Saya hampir saja menabrak lemari karena tau-tau Ifah sudah dibelakang saya sambil memegang pundak saya.
Sementara tampak Yuniar sudah mengeser celana dalamnya dan memasukan
kontol suaminya ke dalam memeknya yang tampak bulunya sangat lebat
sekali.
Ifah:”Gimana aa, mereka sudah ewean?
Saya:”Ia, mereka baru mulai ewean, mamahmu di atas” ucap saya sambil
memperhatikan payudara Yuniar yang saya pikir sedikit lebih besar dari
Ifah meski sudah sedikit turun bergunjang-gunjang. Kini saya bisa
mendengar suara mereka lebih jelas, beda dari kemaren karena posisi
ranjang di ujung kamar saya tidak bisa mendengar suara mereka.
Yuniar:”aaaagh Pah, sambil remes susu mamah aaagh”
Ploook…plook…ploook… kini saya dan Ifah dapat mendengar cukup jelas
bunyi benturan pantat besar yuniar yang menghantam paha suaminya.
Ifah:”Mana aa, neng penasaran pengen lihat”
Saya:”Nanti saja neng, aa masih pengen lihat” ucap saya dengan suara pelan.
Ifah:”Bentar aza sayang” ucapnya sambil mendorong saya. Saya pun
terpaksa bergeser. Lemari plastic pun saya pindah agar kami leluasa.
Ifah:”Ia, hehe, ya udah aa lanjutin ngintipnya” ucap Ifah sambil kembali memberi ruang buat saya.
Saya pun segera mengintip kembali sementara Ifah segera menggenggam kontol saya dan mulai mengocoknya.
Saya:”Koq sekarang posisi kasur mereka berubah ya? Tanya saya kepada
Ifah sementara mata saya tetap melihat ke Yuniar yang sedang naik turun.
Ifah:”Hehe, biar aa gampang ngintip kali hihi” ucap Ifah sambil cekikikan.
Saya:”Jangan keras-keras ntar ketahuan”
Ifah:”Ketahuan juga gak bakal dimarahin koq” ucapnya tapi kali ini dengan suara pelan.
Mata dan pikiran saya kembali focus kepada yuniar yang sedang bersetubuh dengan suaminya.
Yuniar:”aaaagh enak banget Pah uuuugh, remes yang kuat susu mamah Pah”
Ku lihat Hadi yang mulutnya lebih banyak diam hanya sesekali mengerang kali ini tampak lebih kuat meremas susu istrinya.
Yuniar:”aaagh Pah, menantu Papah si aa Dendi kayaknya tertarik sama
mamah” ucapnya Yuniar membuat saya sedikit terhenyak sementara Ifah
hanya tersenyum karena saya yakin dia pun dapat mendengar. Ifah segera
memasukan kontol saya ke dalam mulutnya dan mulai memblowjob saya.
Hadi:”Mamah kali yang gatel godain dia, sampai dia berani coli pakai cangcut mamah”
Yuniar:”Gak ada tuh, uugh enak kontoool aaaah, pakaian mamah biasa aza,
dia aza kayaknya yang mesum, pandangannya dia ke mamah itu gimana gitu
pah, gimana kalau dia memperkosa mamah hihi” ucap Yuniar sambil tetap
naik turun dia atas tubuh suaminya.
Sementara Ifah tampak hampir tersedak seperti mau tertawa hingga segera melepaskan kontol saya dan dia pun kemudian batuk-batuk.
Saya yakin Yuniar pasti mendengarnya tapi tampak tidak terganggu.
Yuniar:”uugh enak Pah, gimana Pah, kalau mamah diperkosa sama menantu kita uuugh”
Hadi tidak menjawab tapi kini tangannya memegang pantat besar istrinya
dan segera dia mengambil alih kendali dengan menaik turunkan pantat
istrinya.
Yuniar:”Aaagh enak banget Pah uuugh, kata Ifah kontolnya Dendi gede dan
panjang pah aaaagh, gimana kalau pas gak ada orang dia perkosa mamah, ih
takuuut aaaagh” ucap Yuniar sambil mengimbangi gerakan suaminya dan
tangannya meremas-remas susunya sendri.
Tampak Hadi mengerang sambil menjejalkan kontolnya dalam-dalam dan menarik pantat istrinya agar rapat ke pahanya.
Hadi:”aaaag aing kaluar” ucapnya diikuti oleh erangan Yuniar.
Yuniar:”Aaagh, mamah juga pah” ucapnya sambil memejamkan matanya dan tangannya terus meremas-remas susunya sendiri.
Sementara Ifah pun melepaskan kontol saya dari mulutnya dan segera berdiri.
Ifah:”bapak aku udah keluar ya?
Saya:”Ia” ucap saya sambil menutup kembali tempat saya mengintip dengan
menurunkan kertas yang sepertinya sengaja ditempel di sana.
Ifah:”Yuk, kita lanjutkan ewean a”
Saya:”Ayok, eh kamu bilang apa ke mamah kamu?
Ifah:”Hihi, bilang kalau kontol kamu gede dan panjang” ucap Ifah sambil menuntun saya kembali ke tempat tidur.
Saya pun meminta Ifah agar menungging, saya senang melihat pantat
gedenya, rencanya saya akan menyodomi pantat dia, tapi tidak malam ini.
Ifah pun segera menunggingkan pantatnya.
Ifah:”Ayo a sodokan kontol kamu uuh” ucapnya.
Saya pun segera berjongkok dan mengarahkan kontol saya ke memeknya.
Bleeeesek… dengan mudah kontol saya tertelan oleh memek Ifah.
Ifah:”Aaagh enak kontoooool aaagh”
Ploook..ploook…ploook
Saya pun segera menggenjot memeknya Ifah sambil menampar-nampar kedua buah pantatnya. Plaaak…plaaaak..plaaak
Ifah:”aaagh aaaaaa sakit uugh jangan keraaaas”
Saya:”neng, kenapa kamu bilang gitu ke mamah kamu?
Ifah”Aaagh kanjut enak aaagh bilang apaaaah?
Saya:”Yang tadi neng…”
Ifah:”soalnya ibu yang nanya, gimana kontol suami kamu yang sekarang,
aagh enak aaagh, aku jawab ini yang paling panjang dan gede uuugh” erang
Ifah.
Saya pun semakin terangsang dibuatnya. Saya pun mempercepat genjotan kontol saya.
Ifah:”aaaah enak aa, hajar terus memek aku ampe ledeh aaaaaaah”
Ploook..plook..ploook…kreeek..kreeek ranjang pun berderit makin kencang.
Untung si tabah sudah aku belikan ranjang sendir kalau tidak pasti udah
nangis.
Ifah:”aaagh aa, neng gak kuat lagi uuuuh”
Saya:”barengan aa bentar lagi”
Ifah:”Uugh ayo keluarkan aaaaah, hamili neng aaa….”
Saya pun segera memegang pinggang Ifah dengan erat dan semakin mempercepat sodokan saya yang semakin tidak beraturan.
Ifah:”aaagh Ifah gak kuat lagi enak banget aaah”
Saya:”Barengan neng aaagh” ucap saya
Ifah:”sekarang aaaaa, tembakan pejunya, hamilin Ifah aaagh”
Bersamaan denga ucapan Ifah, saya pun menekan kontol saya dalamdalam
sambil mendekap Ifah di mana tangan saya sudah berpindah meremas
toketnya yang langsung basah oleh asi, keasikan mengintip Yuniar sampai
saya lupa menghisap sisa asi Ifah.
Crooot…crooot….croooot sprema saya pun segera membanjiri memeknya Ifah.
Ifah:”aaagh…aghhhh…aaaghh…uuughhh…uuuugh” Ifah merintih setiap kali tembakan sprema saya.
Badan Ifah pun segera terlungkup dan saya pun mendih badannya.
Ifah:”Panas memek Ifah aaaaah, banyak banget pejunya a, moga jadi bayi”
Saya:”Ia sayang, aa juga pengen kamu hamil oleh aa, biar kita jadi terikat selamanya”ucap saya tanpa sadar.
Ifah:”Berat aaah, cabut kanjutnya a”
Saya pun segera mencabut kontol saya dari memek ifah dan berguling ke sampingnya.
Ifah pun segera terlentang dan melepas jilbabnya yang tampak
awut-awutan. Dia pun kembali terlentang sambil memejamkan matanya
sementara tangannya bergera meremasi kontol saya yang mulai mengecil.
Ifah:”Koq sekarang mah mengecil kontol aa, padahal baru sekali bucat?
Saya:”Ia, aa lupa minum obatnya”
Ifah:”Hehe, udah ngebet ewean sama Ifah ya?
Saya:”Hehe ifah kali yang ngebet aa ewe?
Ifah:”Ifah mah kan dikawinin kontrak, sama kayak perek siap kapan pun
diewe hehe” ucapnya nakal. Tampak tangan Ifah mengobel memeknya sendiri.
Ifah:”Banyak banget pejunya a, sampai ada yang kelua dari memek Ifah”
Saya:”Ia, mudah-mudahan jadi bayi”
Ifah:”amiiin a, biar aa gak kabur ninggalin Ifah” ucapnya dengan suara seperti mau nangis. Saya pun menatap wajahnya.
Ifah sedikit membuang mukanya.
Ifah:”Ifah merasa bersalah sama teh Dewi, tapi kini Ifah juga gak mau
kehilangan aa, aa beda sama semua suami Ifah termasuk kang hakim juga,
aa perhatian banget”
Saya pun segera menarik Ifah dan memeluknya.
Ifah tiba-tiba menaruh kepalanya di dada saya dan terisak-isak.
Pikiran saya pun menjadi gak karuan.
BERSAMBUNG
PART 78 POV Wife Pagi itu aku duduk sendiri di teras rumah. Hatiku tengah galau berat. Hanum sedang pergi mengantar Intan ke sekolah dan Anis bersama Bu Heti sedang berbelanja ke super market untuk kebutuhan sehari-hari dan Revan ikut dengan mereka. Sore atau malam nanti suamiku akan pulang ke rumah, aku khawatir tidak bisa menahan amarah sehingga semua rencanaku akan gagal. Aku sedang memikirkan bagaimana aku bersikap kepada suamiku dan menahan emosi agar semua rencanaku berjalan semestinya dan aku dapat mengetahui apa suamiku menyeleng atau tidak dibelakangku, yang pasti dia sudah berbohong namun aku belum tahu alasannya. Saat sedang melamun aku mendengar pintu pagar digedor-gedor dari luar. Saya pun kaget dan segera berdiri untuk mencari tahu. Ternyata ada seseorang memukul-mukul pagar menggunakan tongkat kayu. Orangnya kurus dan tingginya mungkin hampir sama dengan saya dan kelalanya plontos. Memakai kaus lengan pendek warna putih dan celana jeans. Tangannya
Komentar
Posting Komentar