Langsung ke konten utama

Binalnya Istriku Dewi 71

 PART 71

POV SUAMI




Saya terbangun sekitar pukul setengah tujuh, Ifah maupun Tabah sudah tak terlihat berada di dalam kamar.

Saya pun segera mengenakan kaos lengan pendek dan celana kolor saja dan keluar dari kamar. Ku lihat di teras Pak Hadi sedang menggendong si Tabah, terus kemana Yuniar dan Ifah dan kenapa pak Hadi tidak berangkat ke sawah.

Cuaca pagi ini terasa begitu dingin sehingga saya belum memutuskan untuk mandi.



Karena pengen kencing saya pun segera menuju ke kamar mandi di dapur, di dapur ini tak ku dapati Yuniar dan ifah bahkan meja makan pun masih kosong dan segera saja saya masuk dalam kamar mandi. Kamar mandi pun kosong tak ku dapati pakaian kotor baik punya Ifah atau Yuniar.

Setelah cuci muka dan kencing saya pun keluar dari kamar mandi. Lalu saya duduk di meja makan, perut terasa sudah mulai keroncongan tapi tak ada makanan di meja. Tak sengaja saya melihat ke pintu ke luar dapur yang tidak tertutup rapat. Kata Ifah di belakang ada sumur. Apa jangan-jangan mereka lagi di belakang.



Karena penasaran saya pun segera membuka pintu tersebut. Ternyata di belakangnya adalah sebuah kebun yang di tanami singkong, pohon pisang dan ada beberapa pohon berukuran besar, entah pohon apa saya tidak tahu namanya, kebun tersebut di kelilingi pagar yang terbuat dari potongan kayu tipis-tipis tapi tidak terlalu rapat ada beberapa celah yang bisa dari luar melihat ke dalam atau sebaliknya dari dalam melihat keluar mengelilingi kebun setinggi leher saya sepertinya.

Tapi tak ku dapati Yuniar dan Ifah dan tak ada sumur juga. Saya pun turun dan kebetulan ada sandal jepit meski jauh lebih kecil dari ukuran kaki saya.

Saya pun segera berjalan masuk ke dalam kebun dan akhirnya saya melihat sebuah sumur yang terletak di samping kebun sebelah kiri atau tepatnya di belakang rumah bukan belakang dapur, tapi masih menjadi satu bagian dengan kebun dan di kelilingi oleh pagar kayu yang sama. Ku lihat ada juga tempat mandi dan tempat mencuci yang bawahnya di semen dan lebih tinggi sekitar 50 cm dari tanah.



Tempat mandi tersebut terbuka untuk bagian atasnya, tidak ada atap, hanya di kelilingi tembok mungkin tingginya sedikit di atas perut orang dewasa. Ku lihat seseorang sedang mandi tapi posisinya sedikit menunduk dan membelakangi saya, sepertinya sich Ifah.

Saya pun segera berjalan perlahan-lahan menuju ke sana dan ternyata ku lihat ada juga Yuniar di dekat sumur sedang mencuci baju. Yang bikin senang sekaligus konak, Yuniar hanya memakai kaos singlet warna putih tanpa lengan samar-samar bhnya yang berwarna hitam pun membayang di balik kaos singletnya, rambutnya di ikat dan bawahannya hanya memakai rok dalam warna biru langit transparan yang panjangnya hanya sedikit di bawah lutut. Celana dalamnya yang warna hitam pun bebas saya lihat.



Kebetulan posisi dia membelakangi saya sedang menimba air dari sumur. Tampak juga tiga bak cucian dan dua ember berukuran besar. Sementara ku lihat Ifah sedang mandi dan mengguyur badannya dari pancoran di kamar mandi yang ternyata tidak ada pintunya jadi saya ada dapat melihat tubuh telanjangnya. Perlahan kontol saya pun berdiri semakin tegak dan saya pun harus membenahi celana saya. Rupanya ada bak berukuran besar untuk menampung air di atas kamar mandi.



Mereka berdua tidak menyadari kedatangan saya. Saya pun sudah berada di belakang Yuniar yang masih menimba air dan memasukannya ke dalam ember.

Saya:”Mau saya bantuin bu eh mah?

Yuniar yang tidak mengetahui kedatangan saya sedikit terperanjat.

Yuniar:”Astagfirulloh kirain siapa, kaget mamah”

Ifah yang mendengar obrolan di luar pun berdiri dan melihat kepada saya. Saat Ifah berdiri susunya tampak bergelantungan karena dinding kamar mandi hanya setinggi perutnya.



Ifah:”Eh aa”

Yuniar:”Ia kirain siapa, aa ngapain ke sini?

Saya:”Gpp, iseng aza di dalam gak ada siapa-siapa aa cari sampai ke sini, sini mah, biar aa saja yang nimba”

Yuniar:”Udah gpp, kamu mah di dalam saja nonton tv” ucap Yuniar sambil menuang air ke ember dan sedikit menungging. Pemandangan tersebut sontak membuat saya menelan ludah.



Ifah:”Gpp mah, kalau si aa mau bantu, itung-itung olah raga, jangan olah raganya Cuma ngewein aku di kasur aza hihi, siapa tahu perutnya yang buncit jadi rata” ucap Ifah yang masih tetap berdiri sambil mengusap shampoo ke rambutnya.

Yuniar pun berbalik dan memberikan ember timba kepada saya.

Yuniar:”Ya udah kalau gitu, aa yang nimba airnya, biar mamah nyuci, biar cepet kan kita mau jalan-jalan” ucap Yuniar.



Saya pun segera mengambil tali timba yang terbuat dari karet tebal berwana hitam tersebut.

Saat menyerahkan tali timba Yuniar bisa melihat tonjolan di balik kolor saya dia pun mesem dan tersenyum penuh arti kepada saya.

Yuniar:”Pagi-pagi udah ngeceng aza kanjut aa hihi” ucapnya dengan suara cukup keras.

Ifah:”Masa mah, kurang mungkin pelayanan neng tadi malem hehe”

Saya pun hanya senyum-senyum saja tanpa membenarkan posisi kontol yang memang kelihatan ngaceng dari celana kolor yang saya kenakan.



Saya pun mulai mengambil air dari dalam sumur, ternyata cukup dalam juga memakan waktu yang cukup lama dan masih ada satu ember berukuran jumbo yang harus di isi.

Sambil menimba air dari sumur saya pun memperhatikan Yuniar yang tampak berjongkok dan menuangkan detergen ke bak cucian yang tampaknya berisi baju-baju ada juga seprai sementara satu bak cucian yang berukuran lagi belum di sentuh dan tampak berisi pakaian dalam dan baju kaos dan baju bayi.



Sambil menimba air, mata saya tertuju kepada pantat besar Yuniar yang begitu menggairahkan. Sementara istri saya tampak sudah jongkok kembali sambil mencuci kepalanya di pancoran air.

Saya:”Neng, gak takut ada yang ngintipin, kamar mandinya gak ada pintunya terus pendek dindingnya” ucap saya.

Yuniar pun menoleh ke saya sejenak lalu berbicara lebih dulu dari pada Ifah yang saya tanya.



Yuniar:”Neng, suami kamu gak rela, tubuh kamu bisa diintipin orang, hehe”

Ifah:”Gpp aa, kalau ada yang ngintip, itung-itung ibadah hehe, lagian palingan anak kecil yang suka ngintipin Ifah atau mamah mandi di sini”

What? Berarti mereka berdua sering mandi di sini dan suka ada anak kecil ngintipin mereka.

Yuniar:”Ia a, biasa saja di desa kayak di sini mah, coba aa mandi ke sungai di bawah, banyak ibu-ibu mandi di sungai, dinding kamar mandinya cuma dari bamboo ada juga yang mandi dipancuran, bulucun deuih, kalau kita masih mending di sini mandinya, hemat biaya listrik dan air, Cuma olahraga nimba air hihi” ucap Yuniar.



Mendengar ucapan Yuniar saya pun menjadi penasaran apa benar ada perempuan yang mandi di pancuran sungai seperti yang Yuniar bilang.

Ifah:”Ntar kapan-kapan Ifah ajak aa ke sungai, lumayan liat ibu-ibu mandi telanjang di pancuran hihi” ucap Ifah sambil ketawa cekikikan.

Saya:”Who boleh tuch sayang, aa jadi penasaran”

Ifah:”Dasa mesum mah, semangat dia di ajak ke sungai hihi, mau lihatin ibu-ibu mandi”



Yuniar:”Ya gpp, normal, asal jangan pengen kawin lagi aza hihi”

Tanpa sadar air di ember sudah penuh dan hampir saya timpa lagi.

Yuniar:”Penuh a, taruh aza ke bak cucian” ucapnya.

Saya pun menumpahkan air ke bak cucian yang lebih besar.



Saya:”Yang kecil mau diisi juga mah?

Yuniar:”Nanti saja a, satu2 dulu” ucapnya

Saya pun kemudian memilih duduk jongkok sedikit di belakang Yuniar sambil senderan di dinding tembok sumur sehingga saya masih bisa melihat pantatnya Yuniar dan juga posisi saya hampir sejajar dengan jalan masuk ke kamar mandi yang tak ada pintunya atau mungkin pintunya copot.



Ifah:”Aa mau bantuin nyuci baju apa ngintipin Ifah mandi?

Saya:”Hehe, kamu sendiri neng, gak malu apa kalau tiba-tiba bapak ke sini, lihat kamu mandi telanjang gitu? Ucap saya.

Ifah:”Biarin aza ya mah, udah sama-sama dewasa kan udah tak bilangin kalau aa ke sungai di bawah sana, udah biasa ibu-ibu pada mandi padahal suka juga banyak laki-laki mandi di sana juga, cuma tempatnya aza yang beda, malah kalau suami istri atau saudara gabung aza laki dan perempuan”

Yuniar:”Makanya neng, kapan2 bawa biar gak kaget lagi kalau nanti dia lihat kamu mandi telanjang di situ atau lihat ibu nanti mandi telanjang juga di situ hihi” ucap Yuniar.

Ucapan Yuniar membuat saya berharap Yuniar nanti mandi di kamar mandi ini juga.



Ifah:”Aa, kita mau berangkat jam berapah?

Saya:”Kalau aa mah tergantung kalian aza, secepatnya makin bagus” ucap saya.

Ifah:”Nanti abis nyuci baju yah”

Saya hanya mengangguk tanda setuju.



Saya:”Eh mesin cuci yang neng pesan kapan datang? Bukannya harusnya pagi ini?

Ifah:”Agak siangan a, tokonya aza bukanya suka siang jam setengah sembilanan” ucap Ifah.

Sementara Yuniar tampak sibuk mengucek-ngucek pakaian yang habis diberi detergen.

Sementara Ifah kini berdiri sambil menghadap saya dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk.



Ifah:”Apa ngelihatin gitu, ngintipin heunceut aku ya?

Saya:”Gak diintipin juga sengaja di lihatin gitu”

Yuniar pun sempat ikut menengok sebentar dan kembali sibuk dengan kerjaannya.

Ifah pun tampak sudah memakai handuk dan diikatkan di dadanya. Handunkya begitu pendek hanya menutup sedikit pahanya dan sebagian susunya menyembul keluar.



Ifah:”Aa gak mau mandi sekalian, biar nanti kami selesai nyuci baju aa sudah siap juga”

Saya:”nanti saja dech masih males” ucap saya. Padahal saya masih betah ngintipin bokongnya Yuniar di balik rok dalam transparan terlihat cdnya yang berwarna hitam dengan renda-renda dipinggirannya menggugah hasrat kelelakian saya.

Yuniar:”Mandi sekarang saja aa, biar mamah cuci baju aa sekalian” ucap Yuniar.

Saya lihat Ifah pun sudah keluar dari kamar mandi.



Ifah:”Betul, mandi sekarang aza, mandi di sini aza gpp nyobain sekali-kali mandi di tempat mandi orang gunung, gak ada pintunya, tadinya ada tapi rusak, bapak gak tau malas benerin atau sengaja gak mau benerin” ucap Ifah.

Saya pun menjadi penasaran gimana rasanya mandi di tempat terbuka kayak gini.

Saya:”ya udah aa mandi, tapi nanti handuknya gimana?

Ifah:”Itu ambil aza di tempat jemuran, itu handuk neng juga” ucap Ifah.



Saya lihat memang di belakang tempat mandi ada tiang jemuran dan ada pula beberapa helai pakaian dan pakaian dalam tergantung di sana.

Saya pun segera berdiri dan mengambil handuk putih yang saya tahu itu punya istri saya Ifah.

Saya pun segera melilitikan ke badan saya dan menuju ke kamar mandi kembali.

Saya lihat Ifah sudah jongkok di samping mamahnya sambil membantu membilas pakaian yang jumlahnya setumpuk.



Ifah:”Masih banyak koq a airnya di dalam bak, aa langsung mandi saja” ucap Ifah.

Saya pun segera melucuti pakaian saya. Ifah dan Yuniar tampak melihat ke arah saya membuat saya sedikit berdebar-debar. Tapi ya sudah cuek saja. Setelah semua pakaian saya lepas saya pun berdiri dan menaruh handuk beserta pakaian saya di atas tembok kamar mandi.

Kontol saya sedikit menciut mungkin masih ada rasa malu pada diri saya di lihatin oleh mertua saya. Saya lihat di belakang kamar mandi ada lubang juga berukuran besar selain lubang kecil di sudut kamar mandi.

Mungkin ini tempat buang air besar.



Ifah:”A, ke siniin pakaian kotor aa” ucap Ifah.

Saya:”Ambil saja sini neng”

Ifah:”Ke siniin aa, neng udah kadung jongkok nich” ucapnya.

Mau gak mau saya pun membawa baju saya dan memberikannya ke Ifah sambil berjalan telanjang.



Tampak Ifah dan Yuniar tertawa sambil melihat ke arah saya.

Saya pun menjadi sedikit serba salah tapi perlahan kontol saya tak bisa diatur mulai ngaceng.

Ifah:”Hihi, kita lihatin kontolna si aa langsung bangun mah”

Yuniar:”Ia neng, gede banget hihi dan panjang pisan kontol laki kamu, padahal tadi waktu di dalem kanjutnya mengkerut hihi” ucap Yuniar tanpa malu menatap ke selangkangan saya.



Hal tersebut membuat saya betul-betul gemas dan kontol saya malah semakin mengeras.

Ifah:”Sempaknya taruh bak yang kecil a, bajunya dan kolor kasihkan ke mamah aku aza” ucap Ifah sambil kembali menunduk membilas baju di tangannya.

Saya pun hendak menaruh celana dalam saya di bak kecil tapi dicegah oleh Yuniar.

Yuniar:”Ke siniin aza semua a, termasuk sempak aa biar langsung mamah cuci” ucap Yuniar.

Saya pun memberikan semua pakaian saya kepada Yuniar dan buru-buru balik ke kamar mandi.



Yuniar:”Gede sempaknya neng, sesuai isinya hihihi” ucap Yuniar sambil membentangkan celana dalam saya.

Ifah:”Hehe, mamah bisa saja, eh aa koq malah bengong cepetan mandi” ucap Ifah mengagetkan saya yang dari tadi hanya bengong saja.

Saya pun segera saja membuka penutup pancuran air dan menguyur badan saya. Tak saya perhatikan lagi Ifah dan Yuniar.

Segera saya menyabuni badan saya menggunakan sabun yang digunakan oleh Ifah.



Ifah:”aa jangan coli ya di dalam hihi” terdengar Ifah berbicara kepada saya.

Saya pun menoleh ke arah Ifah dan dia sengaja mengeluarkan satu susunya sambil dia remas-remas.

Terdengar Yuniar ikut berkomentar.

Yuniar:”Si neng mah, gimana gak coli, dilihatin begituan” ucap Yuniar sambil tersenyum kepada saya.

Kini posisi saya jongkok dan kontol saya pun kembali mengeras tapi tersembunyi di balik paha saya.



Ifah pun memasukan kembali susunya ke dalam handuk yang dia pakai tapi ternyata ulahnya tak berhenti tiba-tiba dia menarik tangan ibunya.

Yuniar pun otomatis bergeser hampir dan lurus ke kamar mandi tak berpintu.

Yuniar:”Apaan neng?

Ifah tak menjawab malah kedua tangannya bergerak melalui belakang badan ibunya dan lalu meremas-remas susunya Yuniar.



Ifah:”Liat aa hihi”

Yuniar:”apaan sich kamu neng hihi” ucap Yuniar sambil cekikikan juga dan segera mendorong Ifah.

Ifah:”Haha, pasti ngaceng kan kanjut aa, mana neng lihat, jangan disembunyikan”

Saya tidak menjawab malah segera mengguyur badan saya yang penuh sabun dengan air kembali.

Ifah:”hihi pakai malu segala si aa, nanti neng kasih hadiah special dech, mana neng pengen liat kontol aa ih” ucap Ifah lagi.



Yuniar:”Udah jangan ngegodain laki kamu terus, nanti kita gak kelar-kelar nyucinya neng” ucap Yuniar.

Ifah:”Abis gemes banget neng sama a Dendi, beda banget sama 2 suami kontrak neng yang dulu, a Dendi lebih pendiem dan malu-malu hihi” ucap Ifah sambil tertawa.

Saya:”Memang mau ngasih hadiah apa? Ucap saya.

Ifah:”Maunya apa hehe, sini balik badan, mamah aku juga pasti penasaran pura2 saja si mamah jangan godain padahal dia mau lihat juga kontol aa yang sudah tegang” ucap Ifah.

Yuniar:”Kamu ini neng hehe” Yuniar pun terkekeh.



Saya pun balik badan dan kontol saya memang ngaceng sempurna.

Ifah dan juga Yuniar yang ikut bergeser ke samping Ifah menatap ke kemaluan saya.

Ifah:”Hehe, ngaceng puoool kontolna, aa boleh dech coli, neng kasih cangcutnya mamah neng yang habis dipakai, mana ya” ucap Ifah sambil menarik bak kecil cucian yang masih belum di isi air yang kebanyakan berisi pakaian dalam dan juga sepertinya baju-baju bayi.



Ifah:”Nah ini ketemu, yang warna putih lambang kesucian dan ada renda-rendanya”

Yuniar:”Apaan sich kamu neng, bikin mamah malu aza, balikin cangcut mamah ke bak cucian hihi” ucap Yuniar tapi cuma ucapan kemudian dia sibuk membilas kembali hanya saja posisinya kini tepat di samping Ifah dan tegak lurus ke kamar mandi tak berpintu.

Ifah:”Biarin mah, biar si aa betah di sini, kemaren aza dia coli pakai cangcutnya mamah hehe, ini ada noda kuning2nya dikit di cangcutnya hehe, nah aa” ucap Ifah sambil melempar celana dalam ibunya ke arah saya. Saya pun segera menutup pancuran air dan menangkap cdnya Yuniar.



Ku lihat Yuniar hanya melihat saya sebentar lalu kembali sibuk membilas baju.

Saya pun berpikir sejenak sambil memegang cd warna putih milik Yuniar

Ifah:”Malah bengong, daripada coli sembunyi-sembunyi mending terbuka gini kan hihi”

Akh peduli amat, kontol saya terasa makin keras harus dilampiaskan biarin saja dech toh sepertinya istri saya dan mertua saya cuek entah mereka mengoda saya atau ada maksud lain.

Sudah kepalang tanggung, saya pun membentangkan cdnya Yuniar yang berukuran besar sesuai barangnya.



Benar ada sedikit noda kke kuningan pas di bagian bawah cd yang terdiri dari kain dua lapis. Saya pun menghirupnya sejenak dan masih tercium bau khas memek dan sedikit bau pesing.

Ifah dan Yuniar tampak cekikikan. Saya sudah tidak perduli lagi. Belum bisa merasakan isinya, bungkusnya juga gpp.

Saya pun segera membungkus kontol saya dengan cdnya Yuniar tersebut dan mulai mengocok kontol saya sambil menatap dada Yuniar dan istri saya.



Ifah:”Hihi lihat mah, berani sekarang si aa, cangcut mamah dipakai ngebungkus kontolnya si aa”

Yuniar:”Udah ah, mamah juga jadi malu sendiri”

Ifah:”Ah mamah nich gak seru, kasih hadiah satu lagi mah ya”

Yuniar:”Hadiah apa lagi?

Ifah:”Ifah buka ya kaos singlet mamah” ucap Ifah tanpa menunggu jawaban dari Yuniar tangannya bergerak ke kaos kutang Yuniar dan menariknya ke atas. Yuniar pun tak protes dan mengangkat tanganya, tampak ketiak Yuniar yang ditumbuhi sedikit bulu-bulu kehitaman membuat kontol saya semakin keras.



Tak butuh waktu lama kaos singlet Yuniar pun terlepas dan kini bagian atas Yuniar hanya tertutup bh yang tampak kekecilan. Sebagian besar buah dadanya yang tampak urat-uratnya yang kebiruan terlihat.

Saya pun menatap dengan nanar sambil mengocok kontol saya semakin cepat.

Ifah:”Ifah gak boong kan, tuh hadiahnya, silahkan dinikmati hihi”

Yuniar hanya mesem mendengar ucapan ifah dan kembali menunduk melanjutkan membilas cucian kotor.

Posisinya yang menunduk membuat tonjolan dadanya makin terlihat membesar dan saya yakin ukurannya sedikit lebih besar dari Ifah.



Saya:”uuugh…uuughhh…uughhhhh”

Ifah pun kemudian dengan sengaja menggunakan tangan kananya mengangkat kedua payudara mamahnya.

Yuniar:”Neng, udah ah malu” ucap Yuniar sambil tetap menunduk.

Tapi efek tersebut membuat saya tidak tahan lagi.

Saya:”aaaagh Neng” ucap saya dengan suara parau dan croooot…crooot…crooot

Sperma saya mebasahi cdnya Yuniar.



Ifah:”Udah bucat a? tanya Ifah.

Yuniar pun tak urung mengangkat kepalanya dan focus melihat selangkangan saya.

Ifah:”Udah bucat mah hihi”

Yuniar tak menjawab hanya tersenyum tapi kali ini dia tetap menatap ke selangkangan saya.



Yuniar:”Ke siniin kalau udah cangcutnya mamah a, biar mamah cuci” ucap Yuniar yang membuat saya sedkit kaget.Sambil gelagagapan saya pun melepaskan cd Yuniar dari kontol saya yang kini sedikit mulai layu.

Yuniar:”Ambilin neng, lega sekarang ya a, dari tadi ngaceng kanjutnya ditahan-tahan terus hihi” ucap Yuniar nakal dan kali ini dia lebih berani menggoda saya.

Ifah pun bangkit dan mengambil cd ibunya dari tangan saya. Saya pun cuek segera mengguyur badan saya kembali dengan air dari pancuran.



Ifah:”Banyak banget pejunya si aa, lihat mah” ucap Ifah sambil membentangkan cd ibunya.

Yuniar:”Ia neng, pasti sekarang lututnya suami kamu langsung lemas hihi, keluar banyak”

Ifah:”Cob amah, cium baunya, sedap” ucap Ifah sambil mendekatkan cd ibunya ke hidungnya Yuniar.

Yuniar:”Ikh bau banget hehe, udah akh mamah cuci cangcut mamah” ucap Yuniar sambil segera mengambil cd miliknya dari tangan Ifah dan memasukan ke bak yang besar berisi air yang sudah ditambahi detergen.



Ifah:”Hihi, gimana a, pengalaman mandi di tempat terbuka, pamer kontol sama ibu mertua segala hihi” ucap Ifah menggoda saya.

Saya hanya tertawa kecil dan segera menyabuni badan saya lagi karena tadi saya habis mengeluarkan peju.

Akhirnya saya pun selesai mandi dan segera melilitkan handuk di badan saya.

Saya pun segera keluar dari kamar mandi tersebut.



Ifah:”Aa bantuin nyuci ya, biar gentian mamah aku mandi, biar kita berangkat jalan-jalannya gak terlalu siang” ucap Ifah.

Saya:”Mandi di sini?

Ifah tidak menjawab tapi Yuniar yang menjawab.

Yuniar:”Ia, mamah mandi di sini kasep, mau ngintip ya hihi” ucap Yuniar makin berani menggoda saya, pengennya saya gabrug aza dia sekarang.



Saya:”Ya udah aa pakai baju dulu” ucap saya

Ifah:”Gak usah, kelamaan, nanti mamah aku keburu selesai mandinya hihi” ucap Ifah sambil cekikikan.

Saya pikir betul juga.

Saya:”Ya udah mah aa bantuin nyucinya” ucap saya.

Yuniar:”Ia, nyobain sekali-kali nyuci pakai tangan a, besok kan udah pakai mesin cuci” ucap Yuniar sambil berdiri dan melewati saya sepertinya dia menuju ke tempat jemuran.



Saya pun segera berjongkok di tempatnya Yuniar tadi.

Tak lama Yuniar sudah balik lagi sambil membawa handuk di tangannya.

Saya pun berbisik di dekat telinga Ifah.

Saya:”Dulu 2 suami neng, neng sama mamah godain kayak aa gini juga gak?

Ifah:”Ya nggak lah, mana mamah nafsu, udah tua-tua, gak seru godainnya juga” ucapnya juga sambil berbisik.

Berarti aku benar-benar beruntung.



Ifah:”Udah malah ngelihatin mamah aku mulu, nyuci-nyuci” ucap Ifah tapi dengan berbisik di telinga saya.

Yuniar pun melihat Ifah berbisik kepada saya.

Yuniar:”Kenapa neng?

Ifah:”Gpp, si aa bukannya nyuci malah ngeliatin mamah mulu”

Yuniar:”Hihi, masa sich mamah yang udah tua begini masih menarik buat dia”



Ifah:”Mamah belum tua banget lah, paling beda berapa tahun kan sama aa?

Saya:”Ia, aa mau 33 sekarang”

Ifah:”Ya, beda 5-6 tahunan hihi” ucap Ifah.

Sementara Yuniar tampak mulai melucuti pakaiannya, mulai dari rok dalam kemudian bh.

Ifah:”aa, mau nonton mamah aku mandi apa mau nyuci? Hihi” ucap Ifah kembali protes karena saya kembali bengong.



Saya:”Hehe dua-duanya neng”

Yuniar pun menoleh sambil tersenyum.

Mata saya pun tertuju kepada kedua payudara Yuniar yang menggantung berukuran jumbo, urat-uratnya terlihat menonjol kebiruan apalagi kulitnya putih malah lebih putih dari Ifah. Pentil susunya pun panjang dan besar berwarna kehitaman. Sayang dia menghadap ke pancuran air sehingga posisinya menyamping dari posisi saya.



Ifah:”aa, nakal terus matanya mah, malah melototin susunya mamah bukannya nyuci hihi” ucap Ifah lagi karena saya dari tadi gak nyuci-nyuci.

Yuniar pun menoleh dan sedikit memutar badannya membuat dia kini berhadapan dengan kami. Tokednya menjadi lebih jelas.

Yuniar:”Si aa mah kasih nyuci yang ringan-ringan aza neng, itu di bak satunya biar semangat dikit, suruh nyuci cangcut sama kutang kita aza hihi” ucap Yuniar dan kembali memutar badannya menghadap pancuran air.



Ifah:”Hehe, ia ya, aa nyuci cangcut neng sama mamah aza, kana a suka sama cangcut sampai pakai coli hihi” ucap Ifah sambil menarik bak cucian yang berukuran lebih kecil.

Ifah:”Aa pindah sini, biar neng dekat ke bak yang besar” ucapnya.

Dengan senang hati tentu saya pun berpindah ke posisi Ifah sehingga kini saya benar-benar tegak lurus ke arah Yuniar.



Sementara Yuniar sedang melepaskan pakaian terakhir yang menempel di tubuhnya yaitu celana dalam hitam berenda. Kemudian dia berbalik dan menaruh pakaiannya di atas dinding tembok kamar mandi.

Sekilas saya dapat melihat memeknya yang berbulu, saya hanya sekilas sehingga saya tidak bisa melihat belahannya karena tertutup bulu kemaluannya.

Ifah:”Udah aa nyuci sekarang, cangcut samak utang aza yang aa cuci, di situ ada sempak bapak juga, biar ifah yang cuci sama baju-baju tabah” ucap Ifah.

Saya pun segera mengambil air untuk disiramkan ke dalam bak cucian. Sementara mata saya tertuju kepada Yuniar yang kini sudah jongkok dan mulai mengguyur badannya dengan air dari pancuran buatan.



Ifah:”Eh a jangan, airnya buat apa?

Saya:”Buat ini (sambil menunju bak cucian)”

Ifah:”Gak usah, aa cuci satu-satu saja pakai sabun colek yang itu, biar lebih terasa” ucap Ifah.

Betul juga pikir saya, kalau direndam pakai detergen kan langsung basah semua gak ada sensasinya cdnya Yuniar nanti.



Saya pun kembali menaruh air ke dalam ember.

Ifah:”Cuci cangcutnya aza ya a, tapi yang bersih” ucap Ifah mengulangi perkataan sebelumnya.

Saya:”Ia, toh aa juga dulu pernah ngalamin nyuci manual gini, waktu ngekos kuliah dulu” ucap saya.

Ifah:”Ia percaya, mah, kutang sama cangcut mamah yang baursan dipakai kasih si aa juga biar di cuciin” ucap Ifah kepada mamahnya.



Yuniar yang baru mau menyabuni badannya setelah basah oleh air pun tampak mengurungkan niatnya lalu berdiri mengambil semua pakaian kotornya dan berjalan menuju ke saya.

Saya pun tentu saja melotot dan saya tak perlu malu lagi toh mereka sengaja kasih pertunjukan buat saya.

Mata saya tertuju ke selangkangan Yuniar yang kini terlihat garis memeknya karena bulunya basah oleh air.

Yuniar:”Ini a, cuci sampai bersih ya hihi” ucap Yuniar sambil memberikan pakaian kotornya.



Saya pun menerima sambil menatap nanar ke selangkangan dan teteknya Yuniar.

Yuniar pun kemudian berbalik dan terlihat pantat besarnya bergoyang-goyang dan terlihat masih cukup padat.

Sementara Ifah tampak tidak lagi memperhatikan saya atau Yuniar sibuk membilas pakaian.

Kesempatan itu saya gunakan untuk mengendus cdnya Yuniar. Tercium bau khas memek dan kali ini tidak tercium bau pesing.

Yuniar tampak memergoki saya tapi dia tampak cuek melihat saja dan lanjut menyabuni badannya.



Saya pun segera menaruh bh dan rok dalam Yuniar ke bak cucian sedang cdnya langsung saya cuci.

Sedang asyik mencuci cd terdengar tangisan anak kecil dan semakin dekat. Saya pun menoleh ke arah suara dan tampak Pak Hadi mendatangi kami sambil menggendong si Tabah.

Pak Hadi pun sudah berada di belakang kami.

Hadi:”Neng nangis terus nich, mungkin mau minum susu, tapi bapak buatin susu formula gak mau minum malah nagis terus” ucap Pak Hadi.



Ifah pun segera berdiri dan mengambil Tabah dari tangan Pak Hadi.

Ifah:”Cup…cup..anak mamah aus ya, mimi ya” ucapnya sambil menggendong Tabah.

Ifah:”Pak, gantiin bentar Ifah nyuci ya, masih banyak itu, mamah lagi mandi, kita kan mau pergi, neng mau nyusuin tabah dulu” ucap Ifah.

Hadi:”Ia, biar bapak nyuci, suami kamu pun malah kamu suruh nyuci segala” ucap Pak Hadi yang melihat saya lagi mencuci cd istrinya.



Ifah:”A Dendi Cuma kebagian nyuci cangcut sama kutang aza, bapak nyuci yang berat-berat ya, masih ada selimut dan seprai” ucap Ifah.

Hadi:”Ia neng” ucap Pak Hadi sambil jongkok di sebelah saya.

Saya pun mulai salah tingkah karena lurus di depan saya mertua perempuan Yuniar yang merupakan istri hadi lagi mandi di kamar mandi tanpa pintu telanjang bulat. Sekarang suaminya berada di samping saya.

Apalagi saya lagi mencuci cd istrinya.



Tapi tampak Pak Hadi biasa saja tidak ada gelagat aneh apapun. Sepertinya bagi dia ini biasa saja istrinya mandi telanjang di hadapan menantunya.

Sementara ku lirik Ifah sudah duduk di belakang tembok rumah yang kebetulan ada kursi kayu panjang tanpa senderan. Ifah tampak sedikit menurunkan handuknya dan sedang menyusui si Tabah.

Hadi:”Kita berangkat jam berapa nanti nak? Tanya Pak hadi kepada saya.

Saya:”Ya secepatnya pak setelah semua siap” ucap saya yang kini sudah mulai tenang. Saya pun mengambil satu cd lagi yang saya yakin kepunyaan Yuniar bukan milik Ifah. Cd berwarna orange dengan motif jaring di bagian depannya.

Saya pun langsung mencuci cd tersebut dengan air dan sabun colek.



Tapi tetap saja kehadiran Pak Hadi membuat saya sedikit tidak leluasa. Saya hanya sesekali melihat kepada Yuniar.

Yuniar:”Eh a, kita jadinya nginep apa nanti langsung pulang ke rumah? Kata ifah ada rencana mo nginep” ucap Yuniar yang tengah menyabuni tetek dan badannya dengan sabun dalam posisi menyamping.

Saya:”Ya, kalau Pak Hadi mau, kita nginep aza mah, sekali-sekali sekalian refreshing” ucap saya.

Yuniar tiba-tiba memutar badannya dan berjalan tetap dengan posisi jongkok mendekati pintu masuk kamar mandi yang tanpa pintu ini.



Otomatis Yuniar sedikit menangkang dan saya pun tak melewatkan untuk melihatnya.

Yuniar pun kini jongkok di tepat di depan saya di jalan masuk ke kamar mandi sambil tetap menyabuni badannya.

Yuniar:”Pah gimana, kita nginep aza ya sekali-kali nginep di hotel, kalau si neng kan udah sering, kita sich belum” ucap Yuniar berbicara kepada Hadi sambil kali ini dia mengangkang lebih lebar. Kalau kondisi normal tentu suaminya pasti marah tapi pak Hadi tetap cuek melihat posisi istrinya yang begitu menantang.



Saya sekarang yakin sudah ada sesuatu dulu diantara mereka dan termasuk istri saya sehingga Hadi tidak masalah istrinya saya tonton sedang telanjang. Saya pun tidak ragu lagi untuk menatap Yuniar lama-lama.

Hadi:”Gimana ya, kerjaan di sawah harus bapak tinggal”

Yuniar:”Kerjaan apa, paling bagi air, kan bisa minta tolong sama tetangga dulu Pak, paling satu hari saja” ucap Yuniar yang kini sudah mulai menyabuni pahanya dan ssegera menyabuni memeknya. Otomati pahanya pun semakin dilebarkan.

Kontol saya pun sudah mengeras lagi dengan sempurna di balik handuk sehingga saya harus membetulkan posisi beberapa kali.



Yuniar pun tampak menyadari kondisi saya dan beberapa kali tersenyum kepada saya.

Sungguh kondisi sekarang sangat gila.

Hadi:”Ya sudah kalau gitu bapak ikut saja”

Yuniar:”Ya syukur kalau papah mau” ucap Yuniar masih dengan posisi yang sama. Kini dia tengah menyabuni memeknya sambil mengangkang di depan saya.



Yuniar:”Pah, masa si aa tadi kaget lihat Ifah mandi di sini, telanjang di kamar mandi kayak gini” ucap Yuniar.

Hadi:”Terus?

Yuniar:”Ya, bapak ajak dia sekali-kali mandi di kali di bawah sana, biar dia lihat gimana ibu-ibu pada mandi bulucun di tempat terbuka hihi”

Hadi:”Boleh, kamu mau nak, kita sekali-kali mandi di kali, pemandangan kayak ibu begini udah biasa di sungai di bawah” ucap Hadi.



Saya:”Masa sich pak”

Yuniar:”Makanya lusa dech kalian berdua mandi di sungai, nanti kamu gak bakal kaget kalau lihat seperti mamah sekarang, nyuci memek di depan kamu kayak gini, cuek aza” ucap Yuniar tanpa tedeng aling-aling.

Saya masih tidak percaya pasti ini hanya permainan Yuniar, suaminya dan Ifah.

Saya:”Masa sich, kata Ifah tempat mandi cewek dan cowok terpisah”

Yuniar pun menjawab kembali sambil tetap mengangkang menyabuni memeknya.



Yuniar:”Memang di sungai ada dua tempat yang banyak pancuran airnya a, tapi deketan dan sebenarnya terserah mau gabung cewek cowok juga gak ada yang marahin, buktiin sendiri dech, di sini daerah cewek-cewek atau ibu-ibu yang suka kawin kontrak, jadi Cuma mandi telanjang di depan cowok sich ibu-ibu di sini biasa” ucap Yuniar.

Saya masih sedikit tidak percaya apa benar begitu.

Sementara Pak Hadi hanya mesem-mesem saja.



Dan tiba-tiba…

Yuniar:”Aaaah gak kuat pengen pipis...” lalu cuuuuuuuur….cuuuuur tiba-tiba memek Yuniar terbuaka dan air kencing pun keluar dari memeknya. Saya sunguh tak menyangka lagi Yuniar mertua saya berani kencing di depan mata saya. Kali ini Pak hadi sedikit protes.

Hadi:”Mamah ini pakai kencing depan si aa, gak sopan” ucapnya tapi kembali menunduk dan melanjutkan membilas baju.



Yuniar:”Gak tahan Pah, tiba-tiba pengen pipis” ucap Yuniar.

Mungkin apa yang diucapkan Yuniar tentang orang mandi di sungai ada benarnya tapi saya yakin gak separah apa yang saya lihat dari yang ditunjukan Yuniar, pasti ini ada sesuatu persekongkolan.

Yuniar:”Udah a, mamah mau nyelesaikan mandi, kasihan aa pah, dari tadi ngelihatin memek mamah terus, bisi sange hihi” ucap Yuniar kepada saya dan suaminya. Wajah saya sekarang pasti memerah.



Yuniar pun kemudian memutar badannya dan merangkak menuju pancuran air lalu mengguyur tubuhnya.

Sementara Pak hadi hanya tersenyum kepada saya dan lanjut mencuci.

Aku menoleh ke belakang Ifah sudah tidak ada di tempatnya. Mungkin dia membawa tabah masuk ke dalam.

Saya pun terus mencuci celana dalam istri saya dan mertua saya juga bh mereka.

Yuniar pun tampak sudah selesai mandi dan dia berdiri sambil mengelap tubuhnya dengan handuk.



Saya:”Mah, gak takut ada yang ngintip? Ucap saya karena tentu saja tetek Yuniar terlihat bergelantungan bebas sementara dinding kamar mandi rendah tak mampu menutupinya.

Yuniar:”Dari tadi mamah udah diintipin kan sama aa, aa udah liat nenen mamah , bool sama memek mamah hihi” ucap Yuniar vulgar seklali padahal di depan suaminya.

Saya pun menjadi termakan sendiri oleh ucapan saya.

Saya menoleh Pak hadi tapi dia malah tertawa.



Yuniar pun tampak sudah melilikan handuk ke badannya dan segera keluar dari kamar mandi.

Yuniar:”Udah a, biar mamah lanjutin, aa siap-siap saja, atau mau makan dulu, paling Ifah lagi siapin sarapan” ucap Yuniar.

Saya pun terpaksa menyingkir walaupun sebenarnya masih betah tapi memang perut saya keroncongan juga.

Saya:”Ya udah mah, pak, saya tinggal”

Hadi:”Ia nak, kami juga nanti segera siap-siap setelah beres nyuci” ucap Hadi.



Saya pun segera meninggalkan mereka dan masuk ke dalam rumah.

Benar tampak Ifah sedang memasak nasi goring.

Saya:”Neng, ada yang aneh, pasti ada sesuatu dech”

Ifah:”apa yang aneh a” tanya balik Ifah yang masih memakai handuk saja.

Saya:”Itu, bapak kamu koq gak marah, padahal aa jelas-jelas lihatin istrinya mandi telanjang, malah pas mamah nyuci memeknya depan aa, bapak cuek aza”



Ifah:”Makanya nanti aa ikut neng mandi di sungai biar gak kaget”

Saya:”Ah gak mungkin”

Ifah:”Ya udah kalau gak percaya, aa siap-siap dulu dech, kita jadi nginep gak?

Saya:”Jadi, bapak kamu udah mau”

Ifah:”Ya udah aa pakai baju dulu, nanti neng menyusul” ucap saya.



Saya pun segera pergi dan masuk ke kamar. Tampak si tabah sudah tertidur di ranjangnya yang saya belikan, mungkin dia sudah kenyang nyusu.

Saya pun segera memakai baju santai kaos dan celana pendek jeans tak lupa saya menyiapkan koper beserta baju ganti. Saya pun baru sadar justru belum ada memesan hotel. Ya urusan nanti dech, nyari yang kosong apalagi di kota gede banyak hotelnya.



Setelah siap, paling tinggal Ifah mempersiapkan baju yang mau di bawanya saya pun pergi ke dapur.

Tampak Ifah sudah selesai dan sudah mempersiapkan piring dan sendok juga.

Ifah:”Aa makan duluan saja ya, neng pasti lama, mau dandan dan siap-siap juga” ucap Ifah.

Saya:”Ia, kebetulan udah dari tadi laper, neng dangdan yang cantik ya”

Ifah:”Ia sayang, ayo makan pasti laper tadi kan habis crooot di cangcutnya mamah aku hihi” ucap ifah menggoda saya.



Plaaak… saya pun menampar pantat semok dia.

Ifah:”aaaw..hihi aku tinggal ya cinta”

Saya hanya menganggukan kepala dan saya punh segera makan setelah ifah meningggalkan saya.

Saat saya selesai makan Pak Hadi dan Yuniar pun masuk dari pintu belakang.

Saya:”Mah, Pak, saya makan duluan”

Yuniar:”Ia gpp, kita siap2 dulu ya a”

Hadi:”Mari nak”

Saya:”Ia pak”

Mereka pun segera meninggalkan saya.



Saya pun segera menuju ke ruang tengah setelah mereka pergi.

Karena saya sudah siap saya pun keluar dari rumah untuk memanaskan mesin mobil.

Di dalam mobil ku buka ponsel saya, masih tak ada jawaban dari istri saya.

Saya pun segera menelpon Donatus.

Tak lama Donatus pun menjawab panggilan dari saya.



Donatus:”Ia bos”

Saya:”Kamu di mana?

Donatus:”Di kontrakan bos”

Saya:”Di rumah ada yang jaga gak?

Donatus:”waduh gak ada bos, Sony dan Pangkur gak bisa nyerep, mereka sampai pagi di tempat karaoke tadi malam”



Saya:”Ya udah gpp, asal jangan malam saja yang kosong”

Donatus:”Siap bos”

Saya:”Eh gimana tadi malam, tamu istri saya 2 orang beneran?

Donatus:”Ia bos”

Saya:”Kamu tahu mereka ngapain?



Donatus:”Tahu bos, saya sempat ngintip”

Saya:”Ya uda gpp, itu sudah seizing dari saya”

Donatus:”Ia, makanya saya pun gak ada ganggu mereka, mereka gak nginap, setelah mereka selesai ngewein istri bos mereka pulang”

Saya:”Ok, info saya terus kalau ada apa-apa yang mencurigakan”

Donatus:”Siap bos”

Saya:”Ok”

Saya pun menutup panggilan.



Saya pun duduk di mobil sambil menunggu mereka siap sambil mendengarkan music.

Akhirnya saya mendengar Ifah memanggil saya.

Saya segera keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah.

Tampak mereka sudah siap berangkat.

Ifah:”Udah siap aa, barang aa yang mau di bawa sudah di maksukan ke dalam koper ini semua?

Saya:”Udah, ya udah kita berangkat sekarang saja yuk” ucap saya.



Tampak mereka semua memang sudah rapi. Ifa memakai baju gamis warna biru tua dan jilbab warna putih sedang Yuniar memakai baju gamis yang sebenarnya modelnya sama dengan baju Ifah hanya warnanya pink dan jilbabnya putih juga. Sedang Pak Hadi memakai celana jeans biru dan kemeja lengan panjang warna putih garis-garis hitam tipis-tipis.

Ifah pun sudah membaw Tabah dalam gendongannya.

Saya pun segera membawa koper milik saya dan beberapa barang lainnya. Begitu juga Pak Hadi.

Kami pun segera memasukan barang bawaan ke mobil dan masuk ke dalam mobil.



Ifah duduk di sebelah saya sambil menggendong Tabah yang masih saja tidur dan Yuniar dengan suaminya di kursi tengah sedang kursi belakang saya lipat agar barang bawaan kami masuk semua.

Saya:”Neng mesin cuci gimana?

Ifah:”katanya baru mau diantar a”

Saya:”Terus kita nunggu?

Ifah:”Gak usah, udah neng bilang titip tetangga sebelah dulu”

Saya:”Bayarnya gimana? Ucap saya karena sedikit bingung.



Ifah:”Gampang saja, nanti di transfer pun bisa kalau barang sudah datang” ucapnya.

Akhirnya saya pun segera melaju meninggalkan Rumah Ifah walau belum jelas sebenarnya tempat mana yang mau saya tuju.

Kami pun sudah sampai di gerbang Desa.

Saya:”Kita ke mana ya neng?

Ifah:”Kemana ya? Sambil tampak berpikir.

Saya pun memarkir mobil terlebih dahulu di tepi jalan.



Ifah:”Gimana aa saja dech”

Saya:”Ya udah, kita ke puncak dech, aa cari hotel atau villa dulu dech, harusnya kalau hari kerja gini masih banyak kosong, besok pasti sudah banyak yang booking” ucap saya sambil mengambil ponsel saya dan mulai mencari villa yang cocok di salah satu aplikasi terkemuka.

Saya pun memilih tempat yang kira-kira cocok. Akhirnya saya pun menemukan yang menurut saya sich cocok.



Saya:”Gimana kalau kita sewa villa Jambul*wluk neng, aa sama Dewi dulu pernah sekali nginep di sana, daerah cia*i” ucap saya sambil menunjukan gambar villa kepada Ifah.

Ifah pun segera melihat-lihat review gambar yang ditampilkan salah satu aplikasi hotel dan travelling.

Saya:”nanti kita check in jam satuan, kebetualan masih ada yang kosong, tapi yang type 3 kamar gimana, tenang banyak tempat wisata sekitaran situ”

Ifah:”Kalau neng sich terserah aa saja dech, kit amah penumpang ok saja kan mah”

Yuniar pun menimpali ucapan Ifah.



Yuniar:”Ia, penumpang mah nurut sama supir aza”

Saya:”Bukannya gitu, kata mamah neng sudah sering tidur di hotel, mungkin punya rekomendasi lain, boleh, tidak masalah kalau dirasa tempatnya bagus” ucap saya.

Ifah:”Neng di bawa ke hotel sering dulu a, sama suami kontrak neng yang pertma, tapi hotelnya rat-rata itu saja, toh neng di bawa ke hotel Cuma buat diewe, di rumah kan mungkin dia kurang nyaman, pengen suasana tenang buat nidurin neng” ucap Ifah dengan sangat jujur.



Saya:”Hehe, ya kalau aza”

Yuniar:”Ia, kata si neng hotelnya itu-itu saja, kamarnya biasa juga katanya a, si neng dibawa Cuma buat diewein aza” Yuniar kembali menimpali.

Sepertinya Yuniar dan Ifah terbiasa berbicara vulgar biarpun ada pak Hadi padahal saya lihat merek semua rajin sholat, di rumah Cuma saya saja yang tidak sholat.



Saya:”Ya udah, berarti ikut aa saja ya, biar aa booking dan pesan sekarang villanya, lumayan ada tiga kamar, dua lantai, dua kamar di atas dan satu di bawah” ucap saya lagi.

Ifah:”Kita ok saja a”

Saya pun segera memesan villa dengan type Three-Bedroom Premier Villa, karena Cuma itu yang masih tersisa.

Waktu sama Dewi dengan type hampir sama hanya sedikit di bawah levelnya.

Saya:”Yuk kita jalan” ucap saya sambil mulai melaju di jalan raya.

Yuniar:”Tuch a, kelihatan dari sini sungai di bawah desa kita, banyak yang mandi di sana”

Saya:”Mamah anterin aa nanti hari minggu pagi mandi di sana hehe” ucap saya maksudnya sebenarnya sedikit bercanda.



Yuniar:”Oh jadi mau mamah yang anterin, boleh, biar kita nanti mandi bareng di situ hihi” ucap Yuniar sambil cekikikan semantara ku lihat dari spion Pak Hadi malah memejamkan matanya seperti mau tidur.

Yuniar:”Boleh gak Pah, mamah mandi bareng sama si aa”

Hadi pun ku lihat membuka matanya.

Hadi:”Kalau si aanya mau mandi bareng sama mamah silahkan aza” ucap Pak Hadi datar.



Yuniar:”Mau a, mandi bareng sama mamah?

Saya:”Mau banget mah”

Ifah:”dasar mesum”

Yuniar:”Hihi, eh papah ngantuk kah? Tanya Yuniar sama suaminya



Hadi:”Dingin, jadi ngantuk”

Ifah:”Padahal kita tinggal di tempat yang suhunya dingin, tapi baru kena ac dikit si bapak udah ngantuk aza” ucap Ifah.

Saya:”Ya biarin bapak tidur dulu, biar nanti seger jalan-jalannya” ucap saya.

Yuniar:”Istria a di bandung gak nanya2 aa gimana?

Saya:”Tahunya saya kerja aza mah”

Yuniar:”Jahat banget sich hehe, eh maaf kelepasan” ucap Yuniar.

Ucapan Yuniar barusan memang langsung sedikit membuat saya bad mood.



Ifah:”katanya kalau waktunya udah tepat si aa mau bilang ke teh Dewi mah, doain saja teh Dewi mau nerima Ifah sebagai madunya”

Yuniar:”Berat si neng, ya mamah bukannya bagaimana-bagaimana tapi kamu jangan terlalu banyak berharap dulu, si aa memang udah baik banget beda sama 2 suami kontrak kamu dulu, tapi pasti istrinya gak akan mudah nerima”

Pembicaraan malah mengarah ke hal yang tidak mengenakan.



Saya:”Udah jangan ngomongin itu dulu ah, jadi bête aku” ucap saya.

Ifah:”Hehe ia maaf, ngomong-ngomong mau kemana dulu kita a?

Saya:” Kita ke mana ya, kita ke kebun rayal saja dech,gimana” ucap saya.

Akhirnya kami pun memutuskan untuk menuju ke kebun Raya salah satu ikon kota ini.



Saya pun tidak terlalu terburu-buru dalam membawa mobil cukup santai saja apalagi setelah kecelakaan yang dialami Hakim membuat saya lebih berhati-hati.

Si Tabah pun sudah bangun dan dia terlihat senang sekali naik mobil, saya pun segera teringat anak kandung saya Revan. Saya menjadi rindu sekali dengan dia.

Kecerian Tabah tapi membuat saya sedikit terhibur.

Saya:”Neng si tabah ini sudah bisa jalan apa belum sich?

Ifah:”Udah a, Cuma mager dia, sukanya digendong mulu”

Saya:”Padahal harusnya lagi lincah-lincahnya”



Ifah:”Kadang gitu kalau di rumaha tapi kadang manja minta di gendong mulu sama mamahnya”

Saya:”Mungkin enak di gendong abis ada yang empuk di situ hehe” ucap saya.

Ifah:”Susu, aa juga kan betah di sini mah hihi” ucap Ifah sambil menunjuk susunya.

Sementara si Tabah tampak makin bertingkah dia sudah bisa menyebut satu dua kata di umurnya yang baru dua puluh bulan.



Kami pun tidak sadar sudah sampai di kebun raya. Setelah parikir dan membayar tiket masuk kami pun berjalan-jalan di sekitaran kebun Raya. Saya pun menggendong si Tabah agar dia bisa lebih dekat dengan saya.

Hampir 3 jam kami berada di kebun Raya dan jam sudah menunjukan pukul setengah satu. Kami pun memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu. Setelah makan siang kami pun segera menuju ke hotel Jambul*wuk.



Kurang lebih 40 menit kami pun tiba di Villa Jambul*wuk Conv*ntion H**l yang kami tuju. Setelah menemui receptionis kami pun harus menuju ke villa yang sudah kami booking. Villa-villa di sini cukup unik, bangunannya kebanyakan dari kayu dan di setiap villa terdapat nama2 daerah di Indonesia.

Kami pun segera menemukan villa yang kami sewa. Pemandangan depan villa kami cukup cantik ada pohon-pohon seperti pohon cemara bahkan ada satu pohon kelapa menjulang tinggi.



Yuniar:”Wah indah banget ya Pah, asyik kalau kita bisa sering berlibur kayak gini” ucap Yuniar.

Hadi:”Asyik sich asyik tapi kantong bisa bolong”

Yuniar:”Kana da si aa hihi”

Saya:”Kalau di temenin mamah sama Ifah sich hayuk aza kita sering-sering liburan, tapi saya juga harus nyari waktunya”

Ifah:”Temenin gimana maksudnya?

Saya:”hehe ya gimana-gimana”

Yuniar:”Uda ah gak sabar mamah pengen lihat dalamnya”



Saya pun segera membuka pintu kaca dan segera kami masuk ke dalam. Ifah pun segera menurunkan Tabah dan memang ternyata si tabah sudah bisa jalan, selama ini saya hanya melihat dia digendong saja. Kami tiba di ruang tamu yang langsung bersebelahan dengan dapur mini.

Yuniar:”Wah kayak rumah saja ada ruang tamu ada tv ,nyaman banget ya, ada dapur juga, tahu gini kan bawa sesuatu buat di masak” ucap Yuniar.

Saya:”Gampang mah, nanti kita beli di supermarket, mamah mau masak apa saja boleh, Kamarnya ada tiga, terserah mau tidur di mana, kalau saya sama Ifah mau di atas saja biar gampang nongkrong di balkon”. Ucap saya

Yuniar:”Asyik, kita bergadang nich, bakar-bakar enak kayaknya, Kita di atas juga kalau gitu, biar deketan” ucap Yuniar. Jawaban yang memang saya inginkan.



Kami pun berkeliling sejenak melihat seluruh isi villa dan akhirnya segera naik ke lantai dua di mana tangganya terbuat dari kayu. Kami semua pun memutuskan memakai kamar yang di atas. Ifah dan Yuniar segera membereskan barang bawaan kami sedang saya, Tabah dan Pak Hadi memilih nongkrong di balkon yang tengah sambil melihat pemandangan perbukitan dan kota dari kejauhan.



Hadi:”Wah enak ya nak, kalau jadi orang kaya yang bisa liburan tiap hari”

Saya:”Ia pak, tapi kita juga harus bersyukur, meski sekali-kali masih bisa liburan” ucap saya sambil menjaga si Tabah yang berjalan ke sana kemari.

Hadi:”Wah kalau sambil ngopi asyik nich pak”

Saya:”Ada bawa kah pak?

Hadi:”Ada kalau kopi, tapi kopi instant” ucap hadi yang segera masuk ke dalam kamar mungkin meminta dibuatkan kopi.



Saya pun duduk di kursi sambil memangku si Tabah. Hati terasa sedikit tentram menyaksikan pemandangan di depan villa.

Tak lama Pak Hadi kembali masuk dan duduk di samping saya.

Hadi:”Lagi dibuatin nak, sama si mamah” ucapnya.

Lalu Ifah muncul dan sudah tak mengenakan jilbab.

Ifah:”Mana aa, si dedek biar neng susuin dulu, kasihan dari tadi belum nyusu lagi” ucap Ifah.



Saya:”Kalau aa kapan mau neng susuin? Ucap saya bercanda karena Pak Hadi sepertinya tidak masalah kita istri dan anaknya seiring bicara vulgar.

Ifah:”Ikh mesum, nanti malem aza ya hihi” ucap Ifah sambil memangku tabah masuk ke dalam.

Plaaak saya pun menampar pantat bahenolnya tanpa merasa malu lagi meski ada bapak mertua saya di sebelah saya. Padahal Pak Hadi tetap terlihat alim meski membiarkan kelakuan nakal istri dan anaknya dan saya pun belum mendengar kata-kata vulgar dari dia kecuali waktu saya ngintip dia sedang berhubungan badan dengan istrinya.



Ifah:”aawww, bapak, a Dendi ini seneng banget nabokin bool Ifah” ucap Ifah dengan suara manja.

Hadi:”Bool kamu sich gede banget neng kayak emak kamu persis” ucap Pak Hadi.

Ifah pun sudah masuk ke dalam kamar.

Hadi:”Mana kopi nich gak dating-dateng juga” ucap Hadi berbicara sendiri sambil celingak-celinguk.

Tapi tak lama datang Yuniar sambil membawa dua cangkir kopi dan menaruhnya di meja depan kami.



Yuniar:”Awas ya panas, kursinya Cuma dua ya, aku duduk di mana nich”

Saya:”Sini mah, aa pangku” ucap saya bercanda.

Yuniar:”Udah berani ya kamu godain mamah depan suami aku hihi” ucap Yuniar sambil bersender di pagar.

Sementara Pak Hadi terlihat cool malah menyeruput kopinya. Saya tidak bisa menebak seperti apa pak hadi ini dia tetap tenang dengan situasi begini.



Yuniar:”Indah banget pmandangannya ya aa, sebenarnya di kampung juga banyak sich mirip-mirip begini, tapi mungkin karena di villa jadi terlihat lebih indah” ucap Yuniar.

Saya:”Ia, nanti sore kita jalan-jalan mah, belanja-belanja lah”

Yuniar:”Ia, jadi pengen nyate mamah”

Hadi:”Tapi kan gak ada tempat bakarnya?

Saya:”Kita beli saja satenya pak”



Yuniar:”Gak seru kalau beli kita bakar sendiri aza, tapi kira-kira boleh gak ya”

Saya:”Boleh saja asal kita bersihkan kali mah, atau di bawah saja kita bakar-bakarnya?

Yuniar:”Mamah maunya di atas sini”

Saya:”Ia, nanti kita beli semua yang diperlukan” ucap saya.



Hadi:”Papah jadinya sampai lupa gak jumatan”

Yuniar:”Ia mamah juga belum sholat pah, ah mamah mau mandi dulu biar seger, siapa mau ikut? Ucap Yuniar dengan nada genit.

Saya:”Aku mah”

Yuniar:”Haha, izin sama suami aku” ucapnya sambil berjalan masuk ke dalam kamar. Hampir saja saya kelepasan menampar pantat mertua saya tersebut.



Padahal tangan saya sudah terayun saya pun segera pura-pura menggaruk-garuk rambut saya.

Hadi:”Di minum kopinya nak”

Saya:”Ia pak” ucap saya dan segera mengambil kopi saya dan mulai meminumnya sedikit demi sedikit.

Saya:”Pak saya mau istirahat dulu, ngantuk nich” ucap saya.

Hadi:”ia silahkan nak, bapak mungkin tidur di sini, agak-agak ngantuk juga”

Saya pun pamit ke pak hadi dan masuk ke dalam kamar.

Kamar saya dan Pak Hadi memang tersambung.



Saya pun segera menuju ke tempat tidur yang ternyata sudah digabung oleh Ifah. Yang tadinya ranjang twin pun jadi seperti ranjang single.

Saya pun segera naik ke atas ranjang.

Ifah:”Kenapa?

Saya:”Capek, ngantuk, mau tidur dulu dech, bangunin nanti jam setengah 4 biar kita jalan-jalan” ucap saya.

Ifah:”Ia, bobo aza dulu” ucapnya sambil menyusui Tabah.



Saya:”Tapi aa juga pengen nyusu dulu neng” ucap saya kepada Ifah.

Ifah:”Ya udah, tunggu sebentar, paling bentar lagi si dedek bobo” ucapnya.

Ku lihat memang susu Ifah begitu menggoda, selain karena memang berukuran besar juga penuh dengan asi.

Akhirnya si Tabah pun tertidur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Binalnya Istriku Dewi 78

  PART 78 POV Wife Pagi itu aku duduk sendiri di teras rumah. Hatiku tengah galau berat. Hanum sedang pergi mengantar Intan ke sekolah dan Anis bersama Bu Heti sedang berbelanja ke super market untuk kebutuhan sehari-hari dan Revan ikut dengan mereka. Sore atau malam nanti suamiku akan pulang ke rumah, aku khawatir tidak bisa menahan amarah sehingga semua rencanaku akan gagal. Aku sedang memikirkan bagaimana aku bersikap kepada suamiku dan menahan emosi agar semua rencanaku berjalan semestinya dan aku dapat mengetahui apa suamiku menyeleng atau tidak dibelakangku, yang pasti dia sudah berbohong namun aku belum tahu alasannya. Saat sedang melamun aku mendengar pintu pagar digedor-gedor dari luar. Saya pun kaget dan segera berdiri untuk mencari tahu. Ternyata ada seseorang memukul-mukul pagar menggunakan tongkat kayu. Orangnya kurus dan tingginya mungkin hampir sama dengan saya dan kelalanya plontos. Memakai kaus lengan pendek warna putih dan celana jeans. Tangannya

Binalnya Istriku Dewi 76

PART 76 POV SUAMI Aku terbangun karena suara tangisan Tabah. Aku masih berpelukan dengan istriku Ifah dalam keadaan telanjang bulat. Ifah pun segera melepaskan pelukanku dan bangkit dan menggendong anaknya. Saya:”Kenapa dia neng? Ifah:”Pup ternyata a, neng ganti popok dia dulu ya, aa tidur lagi aza baru jam 6”ucap Ifah. Saya pun memutuskan untuk melanjutkan tidur karena memang masih ngantuk sekali karena habis bergadang sampai pagi. Saya pun terbangun kembali ketika ada cahaya terang pas di muka saya. Saya pun membuka mata dan ternyata cahaya tersebut masuk melalui kaca jendela yang tirainya sudah dibuka. Ku lihat sudah jam 8 pagi. Tak ku dapati Ifah maupun si Tabah di tempat tidur. Saya pun segera pergi ke kamar mandi untuk mandi. Selesai mandi saya pun segera memakai pakaian saya hingga rapi dan saya gunakan celana pendek biar santai saja. Saya segera turun ke lantai satu dan ku dapati Pak Hadi sedang santai sambil duduk bersama si Tabah menonton kartu

Binalnya Istriku Dewi 77

  PART 77 POV SUAMI Besok paginya aku pun dibangunkan oleh Ifah sekitar pukul 6 pagi. Ifah:”Bangun a, mau ikut mandi di kali gak? Ucap Ifah yang tampak masih memakai baju daster warna cream semi transparan lengan pendek yang dipakainya tadi malam tapi kepalanya sudah mengenakan jilbab warna hitam Saya:”Hoam, jadikah mau mandi di kali? Ifah:”Ia, katanya aa penasaran pengen mandi di kali? Saya:”Berdua aza? Ifah:”ia, ibu jagain si tabah, bapak udah berangkat ke sawah” Saya pun segera turun dari ranjang. Ku lihat Ifah mengambil handuk dua dan satunya diberikan kepada saya. Saya pun segera menerimanya. Dari belakang saya dapat melihat bayangan warna hitam di pantat istrinya begitu juga di punggungnya, sepertinya Ifah meanggunakan pakaian dalam berwarna hitam. Saat keluar dari kamar ku lihat di teras Yuniar sedang duduk di lantai memakai baju gamis merah dan jilbab warna putih bermain dengan si Tabah. Ifah:”Ayo a, kita berangkat sekarang” Saya:”bentar neng,